Page 168 - 3 Curut Berkacu
P. 168
150 3 Curut Berkacu
“Jam 17.40, Bim,” jawab gue juga dengan nafas ngos- ngosan sambil melirik jam tangan analog yang masih melingkar di lengan kiri gue.
Gue sadar, jam segini mana mungkin gue dan Bima bisa bersih-bersih dan mandi, apalagi kami Ketua Sangga yang harus siap siaga setiap waktu jika ada panggilan melalui simbol morse berupa bunyi pluit panjang tiga kali. Belum lagi waktu adzan magrib akan segera berkumandang juga. Gue melihat seragam gue pun tidak begitu kotor, hanya sisa-sisa rerumputan kering yang setelah gue usap akhirnya bersih lagi.
Gue kembali ke tenda, anggota Sangga gue pada tergeletak bermalas-malasan, kelihatannya mereka memanfaatkan waktu dengan istrahat sejenak, meluruskan kaki-kaki, merenggangkan sendi-sendi punggung setelah beberapa lama menenteng tas carrier yang berat. Di sela- sela itu, mereka tertawa terbahak-bahak, ternyata ada kejadian lucu saat aksi merayap tadi. Hanya Upi yang terdiam dan tersipu-sipu malu.
“Ya udah dong! Jangan ngomongin itu mulu napa!” gerutu Upi.
Gue yang penasaran bertanya ada apa, kok pada ketawa aja, apa yang lucu. Idris menceritakan kalau tadi Upi beberapa kali kentut, kebetulan ia di dekat Upi jadi cukup jelas terdengar. Gue juga spontan tertawa sambil memandang Upi yang masih tersenyum-senyum malu. Gue tepuk pundaknya dan masih terbahak cekikikan.
“Udah ah, gue kan jadi gak enak nih, namanya juga masuk angin bro,” lanjut Upi membela diri.
“Iya, gak apa-apa, Pi, kan kita jadi paham dan belajar