Page 169 - 3 Curut Berkacu
P. 169
Pelantikan Para Curut Gagah 151
dari lu kan, ke depannya kalo kita masuk angin, gak usah minum obat lagi, jadi tiarap aja biar anginnya keluar,” canda Sada yang disambut tawa oleh yang lain.
Candaan demi candaan seakan melumerkan rasa letih, tawa riang ini juga berhasil lebih menyatukan kami dan juga telah membuat kami lupa waktu. Selepas magrib kami tunaikan pun masih dilanjutkan dengan canda tawa. Tiba-tiba saja terdengar pluit morse pendek-pendek, pertanda kami harus segera berkumpul di lapangan utama. Tepat di depan tenda utama kami berkumpul, bersiap untuk santap malam. Untungnya, para senior kami telah sigap menyediakan hidangan malam untuk kami semua.
Hari pun beranjak malam. Ini adalah malam pertama gue di alam terbuka. Tak ada acara khusus malam ini selain santap malam dan permainan-permainan ringan yang dipentaskan di lapangan utama. Langit terlihat cerah dengan bintang gemintang yang silih berganti dengan kedipan- kedipannya. Gue merebahkan tubuh sambil memandang hamparan langit yang sangat luas. Gue memandangi bulan yang kubayangkan sedang tersenyum, hampir purnama rupanya. ‘Ayah... Ibu..., lihat anakmu ini! Sebentar lagi akan menjadi anak yang mandiri,’ bisik gue dalam hati sambil tesenyum.
***
Sinar matahari pagi mulai menghamburi setiap celah
yang dilewatinya, hingga saat menerpa tenda-tenda dan setiap sudut di bumi perkemahan ini. Cuaca dingin yang merayapi setiap inchi tubuh gue seketika mulai luntur. Bagaimana tidak, hingga sehabis shalat subuh tadi, dingin yang mencekam hanya gue balut dengan selembar kain