Page 172 - 3 Curut Berkacu
P. 172
154 3 Curut Berkacu
setiap lahap kami. Waktu makan yang disediakan pun hanya 30 detik memaksa kami harus mengunyah sambil menelan hampir bersamaan. Tak satu butir nasi yang boleh tertinggal. Begitulah adat yang berlaku dalam prosesi makan pada ‘ritual’ pelantikan anggota Saka Bhayangkara yang harus ditaati, jika tidak, ada konsekuensi yang harus dijalani. Sayangnya, aturan ini baru disampaikan belakangan sehingga beberapa di antara kami mengambil nasi agak banyak.
“Dua tiga... dua dua... dua satu...,” isyarat hitung mundur dari salah satu pembina menambah ketegangan. Semakin menurun perhitungannya, serasa kunyahan semakin singkat. Aroma khas amis ikan sarden, tak lagi dapat gue nikmati dengan baik, padahal biasanya gue sengaja lama- lamain di mulut gue untuk merasakan sensasi sarden.
Gue melihat Iqbal di depan gue mengunyah dengan sangat cepat. Sepuluh detik telah terlewati, Bima telah menghabiskan semua makanan di piringnya. Gue terheran- heran Bima menghabiskan makanannya kurang dari sepuluh detik, luar biasa pikir gue.
“Kamu jangan diam aja, itu kamu liat! Kawan-kawan kamu yang belum habis makanannya, bantu dia!” teriak seorang pembina mendorong pundak Bima dari belakang menyuruh membantu peserta lainnya menghabiskan makanannya.
Sarapan ini bukan lagi membayangkan bisa kenyang atau tidak, tapi yang terpenting seluruh isi piring dari semua peserta harus habis dalam waktu hitungan tiga puluh detik. Karena jika tidak, semua akan menanggung risikonya, termasuk yang berhasil menghabiskan makanan