Page 176 - 3 Curut Berkacu
P. 176

 158 3 Curut Berkacu
puluh meter untuk mencapai pos ini. Belum lagi seluruh pakaian dipenuhi dengan lumpur basah akibat melewati halang rintang, kubangan lumpur. Melewatinya pun harus dengan merayap. Sebelumnya harus melewati kolam lumpur setinggi leher. Beban yang semula di punggung, harus diangkat agar tidak basah, menjadikan aktivitas ini semakin seru dan menantang.
Sangga gue berhasil tiba lebih dahulu. Gue melihat Iqbal dan anggota Sangganya muncul kemudian. Mereka dipenuhi lumpur juga, bahkan ada yang seluruh tubuhnya penuh lumpur hingga kepala, sampai-sampai sulit dikenali wujudnya sebagai manusia. Sore ini semua peserta rata berwujud sama, sama-sama berlumpur.
Sambil menunggu yang lain, gue merasakan ‘bedak’ lumpur mulai mengeras di beberapa bagian wajah dan leher gue, seakan pakai masker kecantikan. Gue ingat si Jenong, kakak gue, setiap minggu menggunakan masker di wajahnya bisa sampai 2-3 kali seminggu. Pantas saja wajah si Jenong jadi kinclong gitu, putih bersih tanpa noda sedikitpun, dan tak jarang membuat cewek-cewek lain bermimpi mendambakan kulit wajah seperti punya si Jenong yang mulus, bersih, dan kinclong atau kata orang sekarang itu glowing, hahaha.
Rona merah jingga mulai nampak tersenyum eksotis, matahari pun kembali ke peraduannya setelah seharian memberikan sinar kehidupan, cahaya merah menjelang petang selalu menghipnotis, burung-burung pun ceria seharian mencari makan dan kembali ke sarang dengan senang. Namun, di pojok senja, kami masih berbalut lumpur yang lekat.






























































































   174   175   176   177   178