Page 195 - 3 Curut Berkacu
P. 195
Bunga Bangkai 177
dia seorang senior yang berkewajiban memberikan contoh pada junior-juniornya.
‘Tok...Tok...Tokkk!’ suara pintu kamar gue terdengar diketuk dari luar.
“Plang!” ternyata si Jenong, kakak gue, memanggil dari balik pintu.
Gue bergegas membuka pintu, “iya, Nong, kenapa?” tanya gue terus lanjut ke pembaringan. Gue menarik guling, gue peluk dan membalik tubuh gue menghadap tembok.
“Loh, lu gak Pramuka, Plang?” tanya si Jenong agak sedikit kaget melihat gue masih berbaring di kamar. Selama ini dia taunya setiap Minggu pagi paling lambat jam 08.30, gue sudah berangkat ke lokasi latihan, tapi hari ini gue malah masih di tempat tidur, pastinya menimbulkan pertanyaan besar buat dia.
“Nggak, Nong!” jawab gue singkat.
“Kenapa, Plang? Lu sakit?” tanyanya lagi.
“Nggak kok!” jawab gue.
Si Jenong duduk di pinggir pembaringan, tangannya
menyentuh jidat gue, kayaknya ingin memastikan jawaban gue bahwa gue memang tidak sedang sakit.
“Trus, lu kok masih di sini, Plang?” si Jenong kembali bertanya, tentunya dia curiga dengan tingkah gue yang tidak biasanya.
“Nggak apa-apa kok!” jawab gue lagi dengan singkat.
“Yaelah, cerita napa, Plang! Lu ada masalah ya?” dia berusaha menggali sebenarnya apa yang terjadi dengan gue, dan kali ini gue diam saja.
“Lu berantem sama temen lu itu ya, si Iqbal, atau sama si Bima ya, Plang?” dia masih saja bertanya dengan