Page 197 - 3 Curut Berkacu
P. 197
Bunga Bangkai 179
Gue melihat si Jenong masih terpaku tanpa kata- kata melihat gue terbirit-birit. Dia mengikuti gue sampai ke teras depan rumah. Wajahnya masih dengan raut penuh kebingungan. Mungkin saja si Jenong berkata dalam hatinya, ‘kenapa dengan adik gue tuh, hanya sepersekian detik bisa berubah drastis kayak gitu, semoga nggak lagi kesurupan.’
Gue memacu sepeda motor bebek gue. Jalan-jalan cukup sepi sehingga gue tidak mengalami hambatan untuk segera tiba di lokasi latihan. Untungnya juga, dari dua lampu merah yang gue lewati, hanya satu yang membuat gue harus berhenti, yang satunya belok kiri langsung jadi lumayan bisa menghemat waktu perjalanan gue.
Saat pemberhentian lampu merah pertama, gue memandangi lampu itu hampir tanpa kedipan. Gue tidak ingin kehilangan sedetikpun setelah berganti ke lampu hijau. Ngomong-ngomong nih, kadang kalau di lampu merah, gue merasa aneh. Coba aja deh tanyain ke orang- orang yang berhenti karena lampu merah, kenapa mereka berhenti. Mereka pasti menjawab, karena nungguin lampu hijau biar bisa jalan. Aneh kan, lampu hijau ditungguin, tapi saat si hijau muncul malah ditinggal, hahahaha...
***
Pluit panjang terdengar, persis saat gue baru saja
memarkirkan motor. Gue tiba tepat waktu. Gue segera bergabung dalam banjar memasuki Polres. Iqbal berada di barisan depan, dan karena gue tiba belakangan, terpaksa gue berada di urutan paling belakang. Iqbal belum tau jika gue datang, terlihat langkahnya kurang bersemangat. Apa karena gue tidak merespon chat whatsappnya sehingga