Page 196 - 3 Curut Berkacu
P. 196
178 3 Curut Berkacu
dugaan yang ngawur, dan gue masih tetap diam saja. “Plang, kalo beneran lu ada masalah sama temen lu itu, atau masalah apa kek, lu jangan cemen lah! Hadapi dong! Jangan lari! Pengecup itu namanya, eh... maksud gue pengecut, hahaha...!” lanjutnya sambil menggerutu dan
tertawa sendiri.
Gue tersentak, benar juga kata si Jenong. Harusnya
gue gak bersikap begini, gue tidak ada masalah dengan Iqbal dan Bima seperti dugaan Jenong, tapi kenapa gue harus menghindari Iqbal. Ini tidak fair buat Iqbal. Setidaknya gue harus ngomong ke Iqbal kenapa gue tidak bisa datang untuk latihan hari ini.
Masih dengan posisi yang sama, memeluk bantal guling dan menghadap tembok, gue membuka mata, gue mulai menyusun kalimat sebagai balasan whatsapp ke Iqbal. ‘Bal, maaf ya, gue gak bisa datang hari ini. Gue...anu, eh... gue lagi anu...,’ Aduh, kalimat itu selalu tersendat saat gue mencoba memberikan alasan. Pusing gue!
Tanpa pikir panjang, gue langsung bangkit dari pembaringan. Gue menyerah, tidak mungkin gue mengatakannya ke Iqbal melalui whatsapp. Gue harus datang, pikir gue. Bodoh amat dengan si Bunga, urusan dengan dia belakangan aja. Gue memutuskan untuk mengabaikan si Bunga dulu, yang penting gue berangkat lah. Gue meraih seragam gue lagi, gue kenakan, dan seluruh perlengkapan untuk latihan. Gue sangat terburu- buru, mengingat waktu yang semakin sempit.
“Gue berangkat, Nong!” pamit gue ke Jenong sambil ‘salim’ dan langsung menyeret motor gue yang masih di dalam ruang tamu.