Page 240 - 3 Curut Berkacu
P. 240
222 3 Curut Berkacu
Bima, kami pun ikut tertawa setelah paham candaan gak berfaedahnya itu. Rasanya gue membuang waktu gue beberapa detik dengan sia-sia karena ulahnya.
Hidangan soto kali ini terasa berbeda dari biasanya, nikmatnya melebihi dari hari-hari sebelumnya. Apa mungkin karena perasaan gue sedang berbunga-bunga sehingga berpengaruh ke rasa soto juga. Gue tanpa sadar tersenyum-senyum mesem sendiri, dari dalam kuah soto terbayang wajah Feira, pantas saja soto ini menjadi sangat nikmat.
“Liat deh, Bal, ada orang lagi kasmaran senyum- senyum sendiri!” celetuk Bima. Iqbal melirik gue, tersenyum, dan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Wajar lah, Bim, mulai transisi menuju puber pertama,” balas Iqbal. Gue yang mendengar percakapan mereka hanya sanggup tersipu-sipu malu, raut wajah gue seketika memerah.
***
Gue menelentangkan tubuh di atas kasur pembaringan
gue untuk merenggangkan persendian selepas latihan Saka. Sepanjang hari di hari Minggu ini tanpa terasa akan telewati lagi, senja pun semakin mendekat. Gue hanya berdiam diri di kamar, menanti esok, dan kembali memulai hari Senin. Monoton, begitulah orang menyebutnya. Apalagi tidak ada waktu untuk berlibur, tapi gue menikmati semua itu. Bagi gue, setiap hari adalah hari-hari berlibur –bukan hari libur loh, karena gue mengisinya dengan bermacam- macam aktivitas yang menghibur dan bermanfaat. Toh, semua ini adalah proses menuju masa depan gue kelak.
Pikiran gue masih dibayangi sosok Fiera. Apa ini yang