Page 263 - 3 Curut Berkacu
P. 263
Patah Hati 245
Di waktu yang sama, mie instan pesanan mereka berdua datang. Aroma mie soto dan ayam bawang menyengat yang terbawa oleh kepulan asap dari dua mangkuk mie instan yang dimasak dengan telur setengah matang akan menggoda setiap indra penciuman manusia, dan godaan itu sangat sulit untuk ditolak khususnya oleh orang Indonesia.
Tak lama kemudian, suara adzan dzuhur terdengar dari mesjid Polres yang kebeneran letaknya tidak terlalu jauh dari kantin ini.
Gue mengambil kesempatan ini untuk pergi duluan dari mereka sebelum Iqbal mengulangi lagi pertanyaannya tadi. “Sorry, gue wudhu duluan, ya,” kata gue sambil beranjak. Bima sempat menimpali, “tumben, Yu, lu...,” namun langkah gue keburu lebih duluan sebelum Bima menyelesaikan kalimatnya.
***
Dua minggu berlalu, gue absen dari latihan Saka.
Beberapa kali Iqbal dan Bima nge-whatsapp menanyakan mengapa gue tidak datang latihan, bahkan mereka ingin menyambangi ke rumah. Gue beralasan bahwa gue sangat disibukkan dengan kegiatan di DKR yang bertepatan dengan jadwal latihan Saka, dan gue juga jarang di rumah, pulang pun selalu larut, karena lebih banyak berada di basecamp DKR atau kegiatan lain.
Tapi, hari ini gue berencana untuk datang latihan. Pagi-pagi banget gue sudah whatsapp Iqbal dan Bima bahwa hari ini gue pastikan ikut latihan. Iqbal sangat senang mengetahuinya. Sayangnya, Bima justru yang tidak bisa datang, penyakit langganannya kumat lagi, mencret.