Page 328 - 3 Curut Berkacu
P. 328
310 3 Curut Berkacu
ke masa terakhir kali gue melihat Iqbal, saat gue berlari mengejarnya sebelum masuk ke bus, di masa Raimunas lalu. Ternyata itu lambaian tangan perpisahan dan senyum terakhir buat gue. Tak terasa, mata gue mulai berkaca-kaca.
“Ini lu liat juga, Yu!”
Lala kembali mengasihkan ponselnya. Gue lihat itu akun Instagram dia, sebuah postingan dari akun Gerakan Pramuka Nasional tentang pesan bela sungkawa yang mendalam atas kepergian Iqbal sebagai Purna Pengibar Panji Tingkat Nasional. Banyak akun-akun lain sesama Gerakan Pramuka berkelintaran memberikan ucapan serupa. Salah satu akun menulis, ‘Selamat Jalan Kak Iqbal, engkau pergi mendahului kami, dan kami pun akan menyusulmu’.
Mendadak terngiang kalimat Iqbal terakhir sebelum memasuki bus itu, ‘SORRY, YU, GUE DULUAN YA!’
Tangis gue pun akhirnya pecah.
Beberapa saat Lala membiarkan gue larut dalam air mata. Dan setelah gue dapat menguasai emosi gue dan tenang kembali, gue menarik nafas panjang, dan beranjak dari pembaringan.
“Gue harus ke rumah Iqbal sekarang, La?”
“Lu yakin, Yu? Kaki lu baru mendingan.”
“Gue yakin! Ini bukan halangan buat gue untuk datang
menjumpai sahabat gue terakhir kalinya!” ucap gue sedikit serak.
“Ya sudah, gue ikut ya.” ***
Satu jam perjalanan menuju rumah Iqbal. Bendera kuning terpajang di pojok pagar, namun gue melihat