Page 92 - 3 Curut Berkacu
P. 92
74 3 Curut Berkacu
‘Hmmm... kira-kira siapa sih kakek ini, apa yang tersembunyi dibalik kehadirannya.” Begitulah suara hati gue bergumam. Andai saja kejadian ini di sebuah FTV, pasti suara hati gue bisa terdengar oleh semua pemirsa. Ya kan?
Pria tua ini berjalan menuju pohon beringin, tempat para senior-senior sedang duduk menyaksikan tingkahnya. Sejak tadi, mereka hanya membalas senyum setiap kali si pria tua ini menolehkan wajahnya ke arah mereka.
“Mohon ijin, Komandan! Saya mau mengambil alih pasukan Pramuka, boleh?” tanya si pria tua ke salah satu senior terkemuka kami, Kak Afif, yang hanya mengangguk tanda memberi izin.
Kak Afif adalah senior gue dari angkatan sebelum 30, dugaan gue sih. Postur tubuh yang gempal dengan tinggi minimalis, suaranya khas, menggemaskan seperti boneka mampang. Tapi kalau lagi marah, dia sangat tegas, layaknya menyerupai kucing yang tidak sengaja keinjek buntutnya. ‘Hehehe... gue berharap jika Kak Afif membaca buku ini, mohon dimaklumi ya, Kak. Saya hanya meluapkan isi hati saya tentang Kak Afif tersayang...’ Muuaacch... untuk Kak Afif.
“Baik, Selamat Siang semuanya!!!” teriak si pria tua mengulangi sapaan selamatnya. “Pagiiii...,” jawab kami serentak dengan lantang. Jujur, hingga saat ini gue masih merasa aneh dengan si pria tua itu. Bukan soal penampilannya, tapi gue memiliki firasat yang gak sehat aja. Entah, apa dan siapa pria tua ini.
“Baik, saya ingin cerita ya.” Dia mulai ocehannya. Gue perhatikan, setiap awal kalimat selalu disertai kata ‘baik’, mungkin ini juga ciri khas dia yang lain. “Saya ini anak