Page 96 - 3 Curut Berkacu
P. 96
78 3 Curut Berkacu
gue bertanya spontan aja. Mungkin dia berhasil mengalihkan perhatian gue yang sejak tadi ‘menuduh’-nya gak jelas dan gak penting.
“Oke, pertanyaan yang bagus.” Jawab si pria tua itu.
Lu merasa aneh gak? Bukannya tadi dia mengajukan pertanyaan, tapi gue malah bertanya balik dan dia meresponnya dengan bagus. Rada-rada emang si pria tua ini.
“Jadi gini, alasan kenapa kita harus berdoa sebelum menulis, agar apa yang kita tulis itu menjadi ilmu buat kita dan bermanfaat untuk kehidupan kita di kemudian hari. Dan dengan menulis ‘Basmalah’, agar kita mengikutkan Allah di setiap tulisan-tulisan kita selanjutnya dan terhindar dari tulisan yang sia-sia.” Kali ini dia kelihatan lebih serius. Tidak ada sedikit pun mimik mesem di wajahnya, apalagi tawa cekikik seperti tingkah-tingkah sebelumnya. Wow, kali ini gue juga harus membenarkan omongan dia. Gue pikir orang ini blangsek semua, hihihi...!!
Tanpa dikomando lagi, gue segera menulis kalimat ‘Basmalah’ dengan lengkap dan indah. Alhamdulillah, gue tidak mengalami kesulitan sedikitpun dalam menuliskannya dengan huruf Arab. Ini adalah kalimat yang paling sering gue tulis sejak masih di Pesantren dulu. Tapi tidak dengan curut di samping gue ini, Bima. “Yu, gimana nih, gue lupa cara buat tulisan Bismillah,” keluhnya sedikit cemberut.
“Lu Islam kan, Bim?” tanya Iqbal sambil condongkan kepalanya agak ke depan dan melongo ke Bima karena terhalang oleh gue. “Masa nulis Bismillah aja lu gak bisa, njir!” lanjutnya. “Lu gak pernah ikut TPA ya?” lanjutnya lagi.
Bukannya menanggapi Iqbal, Bima sibuk dengan buku