Page 36 - decode Magz Vol:3
P. 36
Syafa’at Mencari Syafaat Lewat Branding Syariat
Oleh: Alma Mandjusri
Persepsi masyarakat tentang periklanan Islami um- umnya merujuk pada iklan-iklan yang menggunakan label halal, simbol-simbol atributif seperti hijab,
peci, sarung dan penggunaan tokoh-tokoh agama sebagai influencer. Padahal idealnya, periklanan Islami memiliki aturan-aturan syariah yang terintegrasi, mulai dari produk atau jasa, perusahaan, manajemen, kerja sama, dan akadnya sebelum sebuah karya iklan yang dimuat di berbagai media. Syafa’at sebuah perusahaan periklanan lokal di Yogyakarta berupaya secara konsisten mempraktikkan ini sejak tahun 1997.
Beberapa waktu lalu, saya berkunjung ke Syafa’at, sebuah agensi periklanan lokal di daerah Suryodiningratan, Yogyakarta. Ini adalah kantor dengan rasa rumah. Jauh dari kesan kantoran yang kaku. Penghuninya ramah, hangat dan penuh kekeluargaan. Saya menduga keras, suasana ini terbentuk sejak lama. Bukan karena ‘’pencitraan’’ di depan tamu seperti saya.
Saya lihat misalnya, di tengah jam kantor, beberapa karyawan tanpa sungkan meminta izin menjemput anaknya
di sekolah. Saat azan berkumandang, semua kegiatan berhenti sejenak. Karyawan pria melaksanakan salat di masjid yang terletak
di seberang kantor. Masjidnya, sebagai catatan, tidak menggu- nakan pengeras suara berlebihan. Suara yang terdengar dari rumah ibadah ini ya hanya azan dengan volume santun.
Entah menga- pa, saya kok betah berlama-lama di lingkungan kantor
Syafa’at. Dalam obrolan dengan sejumlah karyawan, saya
menangkap mereka rata-rata memiliki pengetahuan tentang agama, atau Alquran dan hadis dengan baik. Rupanya juga, di kantor ini pengajian rutin sepekan sekali secara konsis- ten dijalankan.
Menurut Andika, CEO Syafa’at, ide mendirikan agensi syariat ini timbul pada tahun 1997. Oh, ya, dalam tulisan ini saya menulis ‘syariat’ sesuai KBBI, meskipun umumnya dalam percakapan kita biasa bilang ‘syariah’ dengan huruf ‘h’ di belakang. Oke, jadi, Andika saat itu melihat sema- ngat hijrah kaum muslim Indonesia yang tinggi, mulai dari munculnya bank syariat, lahirnya komunitas hijaber dan banyaknya penyelenggaraan event-event bernuansa Islam dengan sambutan luar biasa. Waktu itu, Andika tercatat sebagai mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta. Bersama dua rekannya, Bey dan Dwi, Andika mendirikan agency dengan naman Rancang Grafis Syafa’at. Nama Syafa’at dipilih karena menurutnya, secara harfiah (dari bahasa Arab) syafa’at berarti pertolongan. Maknanya juga cukup dalam: harapan bahwa di yaumul hisab atau hari pertanggungjawaban ma- nusia, Islam mengajarkan bahwa ummatnya akan selamat dari azab nerakan ketika mendapat syafaat dari Rasulullah SAW. Jadi, Syafa’at, memang didirikan dengan niat agar usaha ini menjadi jalan bagi syafaat Rasullah di hari akhir. Masha Allah.
Sejak didirikan, Syafa’at ditujukan untuk strict segmented, yaitu brand yang ditangani secara jasa dan produknya jelas halal, akad-akad atau perjanjian bisnis-
nya sebisa mungkin sudah terbebas dari keraguan terkait kehalalannya (riba). Sehingga ketika Syafa’at melakukan branding syariat, diharapkan menjadi brand yang berkah. Tak heran jika dalam perjalanannya, Syafa’at mengalami perubahan nama, dari Rancang Grafis Syafa’at menjadi Syafa’at Advertising. Perubahan itu persisnya terjadi tahun 2007. Tahun 2009 dimodifikasi lagi menjadi Syafa’at Mar- comm, dan sejak tahun 2020 menjadi Syafa’at. Lebih simpel dan kuat. Kini, Syafaat juga memiliki kantor di Jakarta dan total karyawan Yogya-Jakarta berjumlah 21 orang.
Implementasi bisnis syariat yang dilakukan Syafa’at terintegrasi dari “A sampai Z”. Misalnya, akad atau per- janjian kerja dengan klien menggunakan akad Syirkah Al Islamiyah, kemudian saat menjalankan proses bisnis juga menggunakan cara-cara yang sesuai syariat. Demikian juga akad dengan karyawan, hingga luaran (output) pekerjaan
36 decode magazine
Dosen Ilmu Komunikasi/ FISIP Universitas Al Azhar Indonesia | Foto: Reezky11 - Freepik.com