Page 31 - deCODE Vol 2/2018
P. 31

  Live In dan Bedah Potensi Curug
Rombongan Komik, berangkat dari kampus UAI sekitar pukul 7 pagi pada 12 Februari 2018 dimulai dengan permainan a la Amazing Race berdasarkan kelompok. Lima kelompok mahasiswa ini menumpang kereta Kebayoran Lama—Rangkas Bitung. Dari Rangkas, mereka menyewa minibus angkutan Rangkas - Malingping yang oleh orang lokal biasa disingkat Pe’es.
Mereka tiba di komplek Yayasan Pendidikan Islam JMC Kampung Cibayawak sebelum pukul 15.00 WIB. Sejumlah dosen yang sehari sebelumnya sudah tiba untuk menggelar workshop pendidikan bersama para guru, sudah menanti. Kegiatan ini, memang dibarengkan dengan pengabdian kepada masyarakat oleh beberapa dosen dengan tema Tantangan Pengajaran di Era Digtal.
‘’Kami istirahat sebentar, makan. Teman-teman pengurus Komik yang sudah ke sini tahun lalu, mencari sahabat-sahabat santri dan pelajar. Melepas rindu, hehe...’’ kisah Nabila ‘’Bebe’’ Deviana, salah seorang pengurus harian Komik lainnya. ‘’Kami bener-bener kangen, sampe nangis-nangisan,’’ sambungnya.
Sekitar pukul 5 sore, rombongan berangkat lagi menuju Kampung Pangairan. Menempuh perjalanan dengan berjalan kaki ketika hari sudah menuju gelap, melintasi sawah dan hutan menuju kampung di atas bukit yang berjarak sekitar 3 kilometer.
‘’Rasanya? Ya Allah... amazing. Gelap, asing, dan bingung. Saya dan teman-teman tegang, sambil menebak-nebak seperti apa kampung yang akan kami singgahi? Apakah warganya akan menerima kami? Ya Allah, kalau ingat, sulit digambarkan, rasanya,’’ kata Sarah, salah seorang peserta Organik. Tapi ternyata, perjalanan melelahkan terbayar.
Di Pangairan, mereka disambut para pemuda dan pengurus RT. Laki-laki dan perempuan secara terpisah diarahkan ke rumah-rumah yang sengaja dikosongkan untuk tempat istirahat.
Tapi sebelum tidur, mereka dikumpulkan di musholla dan bertukar pikiran. Tokoh-tokoh kampung, menceritakan kondisi daerah mereka dan para mahasiswa menggali cerita dengan pertanyaan-pertanyaan penuh rasa penasaran.
Masyarakat Pangairan, hidup dari bertani. Tetapi umumnya, masyarakat tidak memiliki sawah sendiri atau tanah perkebunan yang cukup. Tingkat putus sekolah tinggi. Rata-rata masyarakat bekerja hanya untuk melanjutkan hidup.
Tetapi kampung ini, memiliki kekayaan alam yang menarik dieksplorasi. Sungai di atas kampung, memiliki undakan tajam yang membentuk curug. Tak tanggung-tanggung, jumlah curuh di Pangairan ada 7 buah. Tiga di antaranya, yakni Curuh Se’eng, Curug Dendeng dan Curug Ogong, relatif mudah ditempuh dan aman untuk dinikmati.
Jadi, esok harinya, rombongan mahasiswa pun mengeksplorasi 3 curug ini diantar pemuda Kampung Pangairan dan Pak Maman, tokoh setempat. ‘’Kalau kita browsing, di Kabupaten Lebak memang banyak curug. Tapi curug-curug di sini belum terekspose sama sekali.
Kami akan berusaha mengeksposenya melalui media sosial. Nanti juga akan ada diskusi untuk –menyusun program promosi pariwisatanya. Mudah-mudahan bisa membantu masyarakat Pangairan khususnya,’’ kata Ibna, Ketua Panitia Organik 2018.
deCODE Magazine 33






















































































   29   30   31   32   33