Page 46 - deCODE Vol 2/2018
P. 46

 Sekali lagi aku menganggukan kepalaku dan meminum obat pereda nyeri yang sering aku alami di bagian mataku. Tidak tahu bagaimana awalnya tetapi sejak 3 tahun yang lalu mataku sering sakit dan Bi Asih langsung membawaku ke rumah sakit.
Tanpa disangka-sangka dokter memvonis bahwa aku memiliki tumor di bagian mataku. Sejauh ini aku
sudah melakukan therapy dan operasi pengangatan tumor, tetapi tetap masih terasa sakit pasca operasi di bagian mataku walau tidak sesering dulu.
Ibu dan Ayah mengetahui mengenai tumor yang ku punya, tetapi mereka tidak peduli sama sekali mengenai hal ini dan memberi tanggung jawab itu kepada Bi Asih dan rumah sakit. Masih terngiang sekali perkataan ayahku saat Bi Asih memberitahu bahwa aku akan dioperasi.
“Oh yasudah operasi saja. Saya berikan tanggung jawab itu kepada anda Bi Asih. Saya sibuk dan tidak peduli.” Saat itu aku menangis sejadi-jadinya sebelum operasi berlangsung. Rasanya ingin tidur selama-lamanya tanpa harus bangun kembali.
***
Sering kali aku berfikir mengapa Tuhan sangat tidak adil kepadaku? Kata Bi Asih Tuhan itu maha adil dan penyayang. Apakah Tuhan sayang kepadaku karena aku cacat seperti yang orang-orang lakukan kepadaku? Sungguh, sampai sekarang aku masih mempertanyakan hal itu. Setiap kali aku menayakan hal itu kepada Bi Asih, dengan lembut ia berkata,
“Justru karena Allah sayang sama non Aila makannya Ia membuat non Aila spesial. Jangan seperti itu ya non, bibi sayang kok sama non seperti Allah menyayangi non dengan semua kekurangan ini.”
Namun, mengapa sampai sekarang ayah, ibu dan kak Angga tidak menyayangiku Bi?
Saat sedang memikirkan tetang keadilan Tuhan dan kasih sayang keluargaku, tiba-tiba sesuatu mengalir dari hidungku dan terasa sangat amis. Apakah ini darah? Apakah aku sedang mimisan? Segera aku berteriak sangat kencang memanggil Bi Asih. Di saat itu pula aku mendengar suara gaduh pintu dibanting dari luar. BRAKK! “Kan mami udah bilang pih, gara-gara anak cacat itu.”
Suara ibuku menggelegar sangat marah, terdengar dari cara ia berbicara sambil menahan nafasnya. Dengan buru-buru aku mengusap darah
dari hidungku dengan baju yang
aku kenakan.“Salah sendiri kamu melahirkan anak cacat seperti dia!”
“Loh orang papi yang menginginkan anak lagi! Jelas-jelas dokter mengatakan bahwa aku tidak boleh melahirkan kembali karena serviks yang aku miliki!”
Ya Tuhan ada apa dengan kedua orang tuaku? Kepalaku sangat pusing sekali, apakah karena aku mimisan tadi?
“Nah ini nih anaknya! Anak cacat yang membuat klien kita mundur!” suara ayahku sangat kencang, sangat marah.
 48 deCODE Magazine


















































































   44   45   46   47   48