Page 133 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 133

25  W.F. Theunissen (1882-1961)


               Dua album tempel dengan guntingan koran, antara lain dari De Javabode, Soerabajaasch
               Handelsblad (Suratkabar Surabaya) dan Bataviaasch Nieuwsblad (Suratkabar Batavia)
               memberikan gambaran kehidupan dan pekerjaan dari dokter ahli syaraf Willem Frederik
               Theunissen (1882-1961). Setibanya di Hindia (1915) selama dua dasawarsa ia bekerja sebagai
               dokter syaraf dan direktur dari beberapa rumah sakit jiwa. Selama sepuluh tahun (1925-1935)
               ia menjadi kepala Soember Porong (1902) di Lawang (Jawa Timur), yang di tahun 30-an
               menjadi tempat perawatan sekitar 2.500 pasien sakit jiwa Eropa dan Indonesia. Rumah sakit
               itu dianggap sebagai salah satu pusat perawatan terbesar di Asia Tenggara dan terpenting di
               dunia. Berdasarkan pertimbangan terapi dan keuangan, Theunissen menekankan pentingnya
               kemandirian kerja dan pemenuhan kebutuhan sendiri. Oleh karena itu, Soember Porong
               memiliki sendiri selain boerderij (rumah pertanian dan peternakan), smederij (bengkel tukang
               besi), batikkerij (tempat pembatikan), dan rijstpellerij (tempat pengupasan padi); juga
               veestapel (hewan-hewan ternak) dan moestuinen (kebun sayur). Sepanjang jalan-jalan utama
               berjejer pohon-pohon kapuk. Dibangun pengolahan gula dan dilakukan budidaya nila dan
               nanas. Para pasien harus sedapat mungkin ikut membantu pelaksanaan pekerjaan itu.

               Pada tahun 1934 Theunissen diangkat menjadi penjabat pengganti Dienst der
               Volksgezondheid (Dinas Kesehatan Masyarakat). Empat tahun kemudian ia menjadi kepala.
               Mulai tahun 1935 ia juga menjabat inspektur rumah sakit. Ia memperjuangkan desentralisasi
               dari perawatan kesehatan. Orang-orang yang tidak dapat berfungsi normal dalam masyarakat,
               haruslah dirawat dalam lingkungan mereka sendiri: patokan ini harus dipertahankan tanpa
               diubah. Rumah-rumah sakit jiwa itu dapat menutup sebagian besar ongkosnya dengan yang
               mereka hasilkan sendiri. Wilayah-wilayah lokal (provinsi, kabupaten, dan kotapraja) harus
               memberikan dukungan finansial. Di Buitengewesten (Wilayah Luar Jawa dan Madura),
               sarana medis dibiayai dari rubbergelden (uang hasil budidaya karet).

               Theunissen juga sangat memperhatikan prevensi. Masyarakat desa harus diyakinkan akan
               pentingnya tindakan higienis yang sederhana seperti mencuci tangan, memasak air, dan
               membangun kakus. Para guru, pusat-pusat kesehatan / biro konsultasi harus memberikan
               penerangan, dengan film dan sejenis gambar slide, dan melakukan kunjungan ke rumah-
               rumah. Theunissen sendiri selama beberapa tahun mengajar di School tot de Opleiding voor
               Inlands Arts / STOVIA (Sekolah Pendidikan untuk Dokter Pribumi).

               Di kepulauan Hindia pada tahun 1935 di 16 tempat terdapat saluran-saluran pipa air dengan
               instalasi penjernihannya. Ketika pada tahun 1938 terjadi wabah malaria di kawasan pelabuhan
               Tanjung Priuk, Theunissen berhasil mengeluarkan dana dari anggaran untuk membangun
               tanggul pada rawa-rawa dan memasang sistem saluran pembuangan air.

               Ia menghadiri sejumlah kongres dan konferensi (internasional) di bidang higiene tropis dan
               pada tahun 1937 mempersiapkan sendiri suatu konferensi liga bangsa-bangsa di Bandung.


               132
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138