Page 157 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 157
31 De Procureur-Generaal bij het Hooggerechtshof (Jaksa
Agung pada Mahkamah Agung)
Tugas dan tanggung jawab dari Procureur-Generaal (Jaksa Agung) dijelaskan dalam
Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Nederlandsch-Indië
(Peraturan tentang Susunan Kehakiman dan Kebijakan Yustisi di Hindia-Belanda), yang pada
tanggal 1 Mei 1848 diberlakukan. Jaksa Agung bertanggung jawab atas pemertahanan
ketentuan dan keputusan hukum dari pemegang kekuasaan umum; untuk melakukan
penuntutan atas kejahatan dan pelanggaran; dan untuk menjalankan putusan hukumannya. Ia
adalah kepala kepolisian hukum dan ia boleh memberi instruksi kepada para pegawai
pemerintahan dengan tugas kepolisian (terutama kepada para kepala pemerintahan daerah) ‘in
het belang der justitie’ (demi kepentingan yustisi) untuk melakukan pelacakan dan
pencegahan terhadap terjadinya kejahatan dan pelanggaran, dan untuk menjaga ketertiban dan
ketenangan umum. Kritik atas kewenangan Jaksa Agung dan / atau keberatan terhadap
pelaksanaannya dapat diajukan secara tertulis kepada Hooggerechtshof (Mahkamah Agung).
Berkas-berkas itu yang dilengkapi dengan advis untuk penentuan keputusannya dikirimkan
lebih lanjut kepada gubernur-jenderal. Jaksa Agung tidak diperbolehkan secara langsung turut
campur dengan para pegawai pemerintahan pribumi dan dengan ‘huishoudelijke inrichting’
(penataan rumah tangga) dari desa. Yang bisa dilakukannya dalam hal ini adalah mengajukan
usulan kepada landvoogd (penguasa negeri), yang menjadi atasannya langsung.
Hubungan antara Jaksa Agung dan para kepala pemerintahan daerah sudah begitu lama tidak
berjalan dengan lancar. Para pegawai pemerintahan memiliki kemandirian yang cukup besar
dan terbiasa langsung berhubungan dengan gubernur-jenderal jika ada masalah. Surat-surat
edaran dari Jaksa Agung dengan permintaan agar melapor kepadanya tentang terjadinya
kerusuhan, perlawanan gerombolan bersenjata, perompakan, kehilangan uang, dan seterusnya
(satu dan lain hal demi kelancaran koordinasi dan keseragaman kebijakan) hampir tidak
memberikan hasil apa-apa. Juga pada tataran pusat ia hanya sedikit mendapatkan kerja sama:
demikianlah berbagai laporan dari Adviseur voor Inlandse Zaken (Penasihat untuk Urusan
Pribumi) dan dari Ambtenaren voor Chinese Zaken (Pegawai Urusan Cina) tidak langsung
dikirimkan kepadanya. Sekitar tahun 1914 keadaan ini mengalami perubahan. Perang Dunia
Pertama dan perkembangan di Rusia mendorong gerakan-gerakan nasionalis dan komunis.
Pilihan Turki Islam untuk negara-negara inti Jerman dan Austria tampak menjadi ancaman
bagi kenetralan Belanda. Republik Cina yang muda menjadi daya tarik yang besar bagi
banyak orang Cina di kepulauan Hindia. Dalam situasi itu pemerintah Hindia memutuskan
untuk memperkuat posisi Jaksa Agung. Pada Mei 1916 Jaksa Agung diberikan kekuasaan atas
Politieke Inlichtingendienst / PID (Dinas Intelijen Politik) hingga April 1919. Dinas itu harus
memberikan laporan tentang orang-orang asing yang dicurigai dan aliran-aliran revolusioner
di Hindia-Belanda. PID digantikan oleh Dienst der Algemene Recherche (Dinas Reserse
Umum), yang pada tahun 20-an juga melakukan pemberantasan perdagangan gelap obat bius
dan pemalsuan uang. Pada tahun 1941 dibentuk Vreemdelingenpolitie (Kepolisian untuk
Orang Asing), yang juga di bawah pimpinan Jaksa Agung.
156