Page 296 - pengadaan tanah CNVRT.cdr
P. 296
permukiman, penentuan lokasi rumah, kebutuhan fasilitas
sosial/fasilitas umum, bentuk rumah, dan sebagainya, semua
dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat. Dalam konteks
ini stakeholder/pemerintah yang terlibat dalam permukiman
kembali menyadari betul bahwa di dalam proses resettlement
ini yang dipindahkan adalah masyarakat dengan kondisi
ekonomi, sosial, budaya dan kondisi lingkungannya, sehingga
mereka merupakan subyek bukan objek benda fisik yang dapat
mudah dipindahkan.
Dalam beberapa praktik resettlement maupun relokasi yang
pernah terjadi di Indonesia, baik dikarenakan pengadaan tanah
untuk pembangunan maupun bencana, pelaksanaannya lebih
banyak bersifat top down, tidak adanya partisipasi masyarakat
dan seringkali beberapa persyaratan dasar permukiman kurang
terpenuhi. Ketidaktepatan, kekurang lengkapan pemenuhan
kebutuhan dasar dalam pemilihan permukiman kembali
serta kurang terlibatnya masyarakat dalam permukiman
kembali ini yang seringkali mengakibatkan proses relokasi/
resettlement bermasalah di kemudian hari. Berbagai kajian
dan standar nasional/internasional menyatakan bahwa di
dalam menentukan permukiman kembali harus memenuhi
beberapa standart minimal meliputi: lokasi aman dari ancaman
bencana, lokasi mudah diakses, terdapat fasilitas pendukung
seperti jaringan jalan, terdapat fasilitas dasar seperti listrik,
ketersediaan air bersih, serta ruang terbuka, kemudahan
aksesibilitas masyarakat untuk mengakses pekerjaan, luas
tanah yang disediakan memenuhi standar minimal permukiman,
serta lokasi baru yang digunakan sudah mempertimbangkan
keberlanjutan kehidupan sosial ekonomi masyarakat (Nilsson
2010; Mahapatra 2015; Jha 2014).
Pemulihan dan Pemukiman Kembali Masyarakat Terdampak 267