Page 36 - Perkembangan Masyarakat pada Masa Hindu Buddha di Indonesia
P. 36
SEJARAH INDONESIA 2021
Prasasti (batu bertulis) Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang
menyebut, saat itu Kerajaan Sriwijaya (Che-Li P’o Chie telah berkuasa dan
ekspedisinya menaklukkan daerah-daerah lain, terutama dua pulau yang berada
di bagian barat Indonesia. Sejak saat itu, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang
Bawang yang sempat berjaya akhirnya lambat laun meredup seiring
berkembangnya kerajaan maritim tersebut.
Meningkatnya kekuasaan Kerajaan Sriwijaya pada akhir abad ke 7 masehi, di
sebut dalam sebuah inskripsi batu tumpul Kedukan Bukit dari kaki Bukit
Seguntang, di sebelah barat daya Kota Palembang mengatakan bahwa pada
tahun 683, Kerajaan Sriwijaya telah berkuasa, baik di laut maupun di darat.
Dalam tahun tersebut berarti kerajaan ini sudah mulai meningkatkan
kekuasaannya.
Pada tahun 686, negara tersebut telah mengirimkan para ekspedisinya untuk
menaklukkan daerah-daerah lain di Pulau Sumatera dan Jawa. Oleh karenanya,
diperkirakan sejak masa itu Kerajaan Tulang Bawang sudah dikuasai oleh
Kerajaan Sriwijaya, atau daerah ini tidak berperan lagi di pantai timur Lampung.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie Sriwijaya ,
nama Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tidak ada catatan sejarah
mengenai kerajaan ini yang ada adalah cerita turun temurun yang diketahui oleh
penyimbang adat, namun karena Tulang Bawang menganut adat Pepadun, yang
memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa dalam komunitas ini, maka
Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti ganti Trah. Hingga saat ini belum
diketemukan benda benda arkeologis yang mengisahkan tentang alur dari
kerajaan ini.
Sumber lain menyebutkan, Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau
gabungan antara Kerajaan Melayu dan Kerajaan Tulang Bawang (Lampung).
Pada masa kekuasaan Sriwijaya, pengaruh ajaran agama Hindu sangat kuat.
Orang Melayu yang tidak dapat menerima ajaran tersebut menyingkir ke Skala
Brak. Namun, ada sebagian orang Melayu yang menetap di Megalo dengan
menjaga dan mempraktekkan budayanya sendiri yang masih eksis. Pada abad
ke 7 masehi, nama Tola P’ohwang diberi nama lain, yaitu Selampung, yang
kemudian di kenal dengan nama Lampung.
DISUSUN OLEH : BHINNEKA Mahendrayati, S.Pd . SMA NEGERI 1 MOYO UTARA 35