Page 19 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 19
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU
dimuliakan karena merupakan asal dari para leluhur raja-raja Bugis dan Makassar.”
Pengkajian mengenai peradaban Islam di Luwu belum banyak dilakukan
walaupun sebagian besar sumber lokal ataupun asing, baik dari sumber Belanda
maupun Portugis, sejak abad ke-16 telah menyatakan bahwa Luwu adalah
kerajaan pertama di Sulawesi Selatan yang rajanya memeluk agama Islam pada
awal abad ke-16. Lontarak Wajo atau Kronik Kerajaan Wajo telah menyebutkan
bahwa pada hari Jumat bertepatan dengan 15 Ramadhan 1013 Hijriah atau
berdasarkan penanggalan Masehi jatuh pada 4 Februari 1605, baginda Datu Luwu
XV bernama La Patiware Daeng Parabung (1587–1615) memaklumatkan bahwa
dirinya memeluk agama Islam di hadapan para bangsawan dan rakyat Kedatuan
Luwu. Datu Luwu didampingi oleh Datuk Sulaiman, mubalig dari negeri Minangkabau
1
yang memperkenalkan ajaran Islam kepadanya. Baginda Datu La Patiware Daeng
Parabung kemudian menggunakan gelar ‘sultan’ sebagai pertanda penguasa beragama
Islam yaitu Sultan Muhammad Waliy Muzahir al-Din. Pada masa itu Kedatuan Luwu
berpusat di Patimang, di wilayah Malangke, berjarak sekitar 60 kilometer dari kota
Palopo yang menjadi lokasi istana Kedatuan Luwu sekarang (Mahmud, Wolman dan
Sumantri, dalam Sumantri [ed.] 2006: 162–9). Kedatuan Luwu adalah kerajaan tertua
dan dihormati oleh kerajaan yang lain di wilayah Sulawesi Selatan.
Kedatuan Luwu telah dikenal dalam pelayaran dan perdagangan di Nusantara
sejak abad ke-14 Masehi dengan berdasarkan penemuan arkeologi berupa keramik
dan manik-manik yang menjadi petunjuk dari kegiatan tersebut (Bulbeck dan
Prasetyo dalam Sumantri [ed.] 2006: 127). Bahkan sejak abad ke-13, kerajaan ini
menjadi bagian dari jaringan niaga Nusantara dengan komoditas utama berupa
biji besi yang dihasilkan oleh beberapa wilayahnya (Bulbeck dan Prasetyo dalam
Sumantri [ed.] 2006: 129). Pamor besi dari wilayah kerajaan ini telah dikenal sampai
di Tanah Jawa dan menjadi salah satu bahan utama pembuatan keris unggulan (Frey
1986: 3–6). Kitab Negarakertagama atau Desawarnana yang disusun pada masa
Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 telah menyebutkan nama Luwu yang mengakui
kedaulatan Majapahit bersama dengan beberapa wilayah lainnya di Sulawesi Selatan
seperti Makassar, Bantaeng, Selayar, dan Butun (Pigeaud 1960/63 [III]: 17).
1 Lontara Sukkuna Wajo menyebutkan bahwa Datu Luwu La Patiware Daeng Parabung menerima
Islam pada 1603 M atau 15 Ramadhan 1013 H. Merujuk kepada penanggalan Hijriah yang
lebih lengkap dibandingkan dengan penanggalan Masehi maka yang menjadi patokan adalah
penanggalan Hijriah yang seharusnya menunjukkan tahun 1605 berdasarkan perhitungan Masehi.
Lihat Noorduyn dalam Soedjatmoko, dkk. (ed.) (1975: 175); lihat juga Sewang (2004: 93).
3