Page 24 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 24
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU
dari Sentana (Ujung Tanah), Pao (Pahang), dan Patane (Patani) yang berusaha
mengubah niat raja memeluk agama Katolik dan menariknya masuk agama Islam.
Payva menyebutkan, pada 1545 para pedagang Melayu telah ramai menetap di
wilayah bandar pelabuhan Kerajaan Siang yang terletak di pesisir barat daya Pulau
Sulawesi. Para pedagang Melayu ini mengumpulkan produk perdagangan yang
bernilai tinggi antara lain kayu gaharu, kulit penyu, dan beras (Schurharmmer 1977:
528; Pelras dalam Bonneff, dkk. 1983: 58–82; Reid 2004: 154–5).
Gambaran mengenai masyarakat Sulawesi Selatan juga diberikan oleh
seorang bangsa Perancis bernama Nicolas Gervaise yang menulis tentang
deskripsi Kerajaan Makassar sebelum dan setelah Islam berdasarkan narasumber
dari anggota keluarga Kerajaan Gowa. Gervaise menyebutkan bahwa sebelum
Islam masuk, orang-orang Makassar adalah penyembah berhala seperti halnya
masyarakat di wilayah Hindia lainnya dan mereka memuja matahari dan bulan
(Gervaise 1701: 118). Namun, gambaran tersebut berubah sama sekali dalam
catatan pengunjung lain yang bernama Alexander de Rhodes yang mendatangi
Makassar setelah empat puluh tahun kemudian dan melihat bahwa di Makassar
sudah tidak ada lagi babi karena pribumi telah memeluk agama Islam, kaum
wanita telah menutup tubuh seluruhnya dari kepala hingga kaki sehingga wajah
mereka pun tidak terlihat (Reid 2004: 34). Laporan bangsa Eropa ini merupakan
sumber yang memadai mengenai masyarakat termasuk perkembangan Islamisasi
di Sulawesi Selatan.
Selain sumber-sumber naskah lokal, cerita rakyat, dan catatan bangsa
Eropa, Islamisasi juga memberikan sumber berupa peninggalan arkeologis
dari peradaban Islam di Sulawesi Selatan. Makam-makam bercorak Islam dan
mesjid-mesjid tua peninggalan awal peradaban Islam menjadi bukti terjadinya
perubahan yang besar di masyarakat. Makam para penyiar agama Islam yang
terkenal dengan sebutan “Tiga Datuk” (orang Bugis menyebut mereka dengan
istilah datuk tellue dan di Makassar dengan sebutan datuk tallua) sampai hari
ini ramai dikunjungi para peziarah. Mesjid-mesjid pertama yang didirikan pada
awal penerimaan Islam sepanjang satu dekade abad ke-17 beberapa di antaranya
masih berdiri dan masih digunakan untuk beribadah dan kegiatan keagamaan
Islam seperti mesjid tua di Kerajaan Sandrabone yang dibangun awal abad ke-
17, mesjid Katangka di Gowa yang didirikan pada 1605, dan mesjid Jami Palopo
8