Page 26 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 26
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU
2004: 96–7). Datuk Abdul Makmur yang memiliki keilmuan sebagai ahli fikih
bertugas di Gowa dan Tallo untuk menghadapi masyarakat yang masih berpegang
pada kebiasaan lama mereka yaitu sabung ayam, berjudi dan menenggak ballo
atau tuak. Sementara Datuk Abdul Jawad memilih ke daerah Tiro di Bulukumba
untuk memperkenalkan Islam dengan pendekatan tasawuf kepada masyarakat
Tiro yang masih menggunakan ilmu kebatinan dan sihir.
Pendekatan ketiga Datuk tersebut selaras dengan pandangan A. H. Johns
mengenai syiar Islam yang dilakukan oleh para sufi pengembara yang telah
berlangsung sejak abad ke-13 di Nusantara. Keberhasilan mereka dalam melakukan
syiar Islam diperoleh berkat kemampuan mereka dalam memperkenalkan
Islam dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan masyarakat setempat
atau bersifat kontinuitas atas kepercayaan dan praktik kepercayaan setempat.
Mereka melakukan pendekatan tasawuf sebagai media dalam menjalankan misi
mereka dan hal tersebut ditemukan dalam historiografi lokal Melayu-Indonesia
(Johns dalam Abdullah [ed.] 1987: 85–103).
Leonard Y. Andaya dalam kajiannya tentang sejarah Sulawesi Selatan pada
abad ke-17 menerangkan mengenai dampak Islamisasi terhadap era baru yang
berkaitan dengan tradisi kekuasaan dan sistem politik. Kerajaan-kerajaan Islam
di Sulawesi Selatan dengan pimpinan Kerajaan Gowa-Tallo menjadi bagian
dari jaringan perdagangan dan persekutuan politik dengan raja-raja Muslim di
Nusantara untuk menghadapi lawan mereka. Sultan Ternate merupakan salah
seorang raja yang selalu siap memberi bantuan kepada kerajaan Makassar ini
jika memerlukan bantuan. Demikian pula dengan sultan-sultan dari Kerajaan
Magindanao, Buayan, atau Sulu selalu siap memberikan bantuan. Sebaliknya,
ketika mereka membutuhkan bantuan, para raja Muslim di Sulawesi Selatan
bersedia memberikan bantuan kepada kerajaan-kerajaan Muslim tersebut. Selain
itu, penerimaan Islam oleh penguasa kerajaan sebenarnya semakin memperkuat
kedudukan raja di mata rakyatnya melalui jaringan resmi Islam yang menyebar
mulai dari raja atau sultan dan kadhi hingga guru-guru agama di pedalaman yang
menekankan ajaran Islam yang meyakinkan bahwa raja sebagai khalifah adalah
wakil Tuhan di bumi. Pemahaman tersebut semakin menguatkan ikatan antara
raja yang berperan sebagai pemimpin kerajaan dan sebagai pemimpin agama
dengan rakyatnya (Andaya 1981: 34–5).
10