Page 23 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 23

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



               Tallo I Malingkang Daeng Manyonri Karaeng Katangka atau lebih dikenal dengan
               Karaeng  Matoaya yang  dalam perjalanannya menemui Datuk Abdul  Makmur
               atau Datuk ri Bandang terlebih dulu  berjumpa  seorang tua yang  dianggap
               sebagai perwujudan penjelmaan Nabi Muhammad yang kemudian menuliskan
               surah Al-Fatihah di atas kuku jari raja Tallo tersebut (Chambert-Loir dalam Perret
               dan Ramli [ed.] 1998: 23–57). Sama halnya dengan kisah pengislaman daerah Tiro

               di Bulukumba yang dilakukan oleh Datuk Abdul Djawab yang memenangkan uji
               ilmu kebatinan dengan masyarakat setempat yang gemar melakukan sihir dalam
               membinasakan musuh (Sewang 2004: 96–7; Mahmud 2012). Demikian pula dalam
               kisah  Puang Paboli seorang  bangsawan Baebunta,  sebuah wilayah  kedatuan
               Luwu yang masuk Islam akibat kalah beradu kesaktian dengan Datuk Sulaiman
               (Mahmud 2012: 44–6). Unsur-unsur gaib itu menampilkan pengaruh masa pra-
               Islam yang bertujuan untuk memperlihatkan asal-usul kerajaan, pengaruh, atau

               kesaktian  dari  para  penguasa  tersebut,  namun  penggambaran  tersebut  tetap
               berada dalam bingkai yang dapat diterima oleh kalangan Muslim secara umum
               (Reid 2004: 20).

                   Letak  Sulawesi  Selatan  yang  strategis  dalam  pelayaran antara  Kepulauan
               Maluku  dengan  Malaka  membuat  sejumlah  kerajaan  terutama  di sepanjang
               pesisir selatan hingga barat daya Sulawesi menjadi tempat persinggahan (Amir
               2015). Pelabuhan  Makassar yang  berada  dalam  wilayah  kekuasaan  Kerajaan
               Gowa menjadi tujuan utama pelayaran dan persinggahan para pedagang Melayu
               dan Eropa di bagian timur Nusantara sepanjang abad ke-16 (Villiers 1990: 143–

               59). Hal ini menyebabkan wilayah itu diberkahi sumber-sumber luar terutama
               dari bangsa Portugis dan Belanda. Persaingan dagang dan pengaruh kepada para
               penguasa  kerajaan  antara  orang-orang  Melayu  yang beragama  Islam  dengan
               Portugis sebagai  perwakilan  agama  Katolik membuat mereka  menawarkan
               keyakinan iman mereka kepada para raja dan bangsawan. Demikian pula antara
               para pedagang Belanda dengan Kerajaan Gowa yang memperebutkan dominasi
               atas perdagangan rempah-rempah Maluku (Sewang 2004: 52–70).

                   Sumber-sumber Eropa memperlihatkan Islam sebagai saingan atau ancaman
               bagi kepentingan mereka di wilayah timur Nusantara. Seorang Portugis bernama

               Antonio de Payva menerangkan bahwa saingan utama mereka dalam berdagang
               dan menyiarkan ajaran agama adalah para pedagang Melayu Islam yang berasal



                                               7
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28