Page 9 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 9
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU
sistem social di Jawa, Castle (1976) tentang ekonomi kaum santri, dan Abdullah
(1971,1972) serta Hefner (1985) tentang pergeseran dan perubahan social
masing-masing di Sumatera Barat dan Jawa Timur. Meski dengan latar belakang
keilmuan yang berbeda, semua kajian para sarjana tersebut bertolak dari sebuah
perspektif yang menekankan pentingnya budaya dalam perkembangan dan
perubahan sosial-politik kaum Muslim.
Sarjana lain yang sangat penting disebut disini adalah Clifford Geertz. Dalam
konteks spesifik, pengertian budaya sebagaimana diketengahkan Geertz sangat
relevan untuk dipertimbangkan. Geertz memaknai budaya sebagai sistem
makna yang tampil “menjadi sumber, secara individu maupun kelompok, bagi
konsepsi umum, tetapi distinktif, tentang dunia, diri, dan hubungan diantara
mereka” (Geertz, 1973). Pemikiran Geertz dibangun melalui studinya di Jawa, dan
terefleksikan pada karyanya yang sangat seminal, The Religion of Java (1960).
Dalam buku ini, Geertz membagi masyarakat Jawa kedalam tiga orientasi agama
dan sosio-politik yang berbeda. Santri, Muslim taat dan ortodok, priyayi, elite
ningrat yang dalam batas tertentu dipengaruhi tradisi Hindu-Jawa, dan abangan,
sebagian besar masyarakat desa yang percaya kepada praktik pra-Islam dan
praktik-praktik animism.
Memang, karya ini masih menjadi sasaran kritik. Beberapa
sarjanamempertanyakan teori Geertz, terutama berkenaan dengan
pencampuradukan kategori sosial-vertikal priyayi dengan kategori religio-
budaya bersifat horizontal antara santri dan abangan (Koentjaraningrat, 1963,
Bachtiar, 1973). Kritik atas Geertz juga disuarakan beberapa sarjana lain yang
tampil sebagai pembela Islam Jawa (Woodward,1988,1989, Pranowo,1991,
Muhaimin,1995). Mereka berangkat dari pemikiran Marshal Hodgson (1974)
yang mengkritik Geertz atas pemahaman Islamnya yang “hanya berdasar cara
pandang kelompok modernis, seraya menganggap segala hal yang lain berasal
dari latar belakang pribumi dan Hindu-Budha”.
Lepas dari itu semua, poin penting untuk ditekankan adalah bahwa Geertz telah
meletakkan dasar kuat tradisi kulturalis dalam studi ini Indonesia, dimana sistem
budaya memiliki posisi sentral dalam kehidupan. Tiga kelompok masyarakat Jawa
(santri, abangan, dan priyayi), tidak hanya bisa dilihat dari sisi pengelompokan
social (social grouping), tapi juga pada sistem pengetahuan, pemaknaan dan
praktik-praktik ritual keagamaan, dan bahkan afiliasi politik, semua itu melahirkan
ix