Page 139 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 139
Perubahan lainnya terjadi dalam bidang keagamaan dan
kepercayaan. Kepercayaan asli yang telah beradaptasi dengan
agama-agama besar (agama samawi) yaitu Islam dan Kristen
dapat dikatakan hampir tersingkirkan. Akan tetapi dalam
upacara-upacara adat rakyat unsur-unsur asli dimunculkan
sebagai sesuatu yang sakral dan magis. Bahkan kadang-kadang
dianggap bahwa unsur tersebut mempunyai hubungan
keseimbangan antara macrocosmos dan microcosmos sehingga
perlu dipelihara. Hubungan macrocosmos dan microcosmos
disini tidak seperti konsep keseimbangan yang dianut dan
dikenal dalam agama Hindu atau Budha ataupun juga dalam
kebudayaan Bali dan Jawa. Namun dalam hubungan ini
"kepercayaan asli" Maluku masih mengenal "Upu lanite"
(penguasa langit), "Upu latunusa" (penguasa pulau) dan
"Lerwulan" (matahari dan bulan), ''Aiwarat" (pohon-pohon),
"Aiwat" (batu-batu), "Tun lair" (tanjung dan labuan) dan
"Nuhut tanat" (gunung dan tanah) yang kira-kira sama
dengan penguasa lingkungan alam. Ketiga unsur ini masih
hidup dalam kehidupan keberagamaan penduduk Maluku
sampai sekarang ini.
Dalam hal budaya khususnya kesenian boleh dikatakan
mengalami perkembangan yang lambat. Hanya seni suara
dan sedikit seni musik dapat dinikmati di Maluku Tengah
terutama di Pulau Ambon dan Lease, sedang di Maluku
Tenggara seni rupa (seni area) tidak mengalami perkembangan.
Di Maluku Utara yang masih menyimpan sisa kebudayaan
keraton hanya sedikit sekali upaya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kebudayaan keraton. Dewasa ini umumnya
orang tidak dapat membedakan lagi tingkat-tingkat kesakralan_
ataupun kesopanan dalam aktifitas seni budaya maupun dalam
struktur sosial. Oleh karena itu pengaruh-pengaruh dari luar
dapat ditanggapi begitu saja tanpa menyaringnya atau
menyeleksi dengan seksama. Arus pariwisata yang lemah ke
Maluku mungkin disebabkan oleh kurangnya promosi.
Lingkungan alam Maluku memang dapat dikatakan indah
dan masih menyimpan kekayaan yang melimpah terutama di
123