Page 134 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 134

emas.  (Tata adat istiadat Negri  Luang,  Naskah MF.66/L.l/6/A,
             Bunde! Maluku (2),  Pustaknas).

                 Keahlian dalam seni suara, dapat didengar ketika mereka
             melagukan syair-syair Kapata  (lagu) yaitu, nyanyian-nyanyian
             tanah  (Iagu  daerah)  yang  berhubungan dengan  sejarah  dan
             kepercayaan  (religi).  Juga  lagu-lagu  be bas  sebagai  pujaan
             terhadap  keindahan  alam  dan  kekayaan,  dilagukan  waktu
             beristirahat  dari  bekerja di  kebun  atau  di  laut,  baik  secara
             perorangan maupun secara berkelompok oleh para muda-mudi.
             Alat-alat musik yang umum mengiringi Iagu-Iagu dan tari-tarian
             adalah  tif a  dan  gong  (totobuang),  di  samping alat-alat  dari
             barn bu seperti suling dan kulit siput (kulit bia). Dengan adanya
             kontak-kontak  dengan dunia luar,  penduduk mulai mengenal
             dan mempergunakan alat-alat musik baru seperti biola,  gitar,
             sasando dan alat-alat tiup dari Iogam. Orkes-orkes gesek mulai
             berkembang  di  kampung-kampung  di  samping  orkes-orkes
             suling dan orkes kulit siput (kulit bia).

                 Dalam  dunia  seni  tari,  berkembang berbagai jenis tarian
             dengan  berbagai  gerakan  sesuai  dengan  isi,  jiwa dan  tujuan
             tarian  tersebut.  Sifat  dari  tari-tarian  itu  bermacam-macam,
             antara  Iain  tari  perang,  tari  untuk  menyambut  dan
             menghormati tamu,  tari pergaulan muda-mudi  dan tari yang
             berhubungan dengan upacara-upacara adat dan keagamaan. Di
             pulau Kei dan Tanimbar tari panah merupakan tarian perang,
             yang biasanya digelar pada upacara-upacara adat.  Demikian
             pula tari cakalele seperti di Maluku Tengah dan Maluku Utara.
             Ada tarian yang disebut tari sosoi dan tari ular digelar untuk
             menghormati tamu dan tari sawat yang motifnya tari pergaulan.

                 Mengenai  seni  sastra,  dikembangkan  dalam bentuk syair
             dan pantun dalam bahasa daerah masing-masing suku.  Cara
             mengucapkan  syair-syair tersebut  umumnya  dengan  irama
             dalam bentuk Iagu  Kapata atau Legu.  Syair-syair Kapata pada
             umumnya  selalu  berhubungan dengan  peristiwa sejarah  dan
             adat,  sedangkan  pantun  umumnya  berhubungan  dengan
             suasana pergaulan atau santai dan gembira.



                                            118
   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139