Page 22 - MODUL JADI
P. 22
BAB 1I
FAKTUR PAJAK
STIMULATION
Bukti pungutan PPN adalah Faktur Pajak. Jadi, setiap pemungutan PPN, pengusaha
yang memungut PPN harus menerbitkan Faktur Pajak (tax invoice). Pengusaha yang
diwajibkan memungut PPN ketika melakukan penyerahan adalah pengusaha yang sudah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Contoh , dalam bulan Maret 2015 PT ABC
harus menerbitkan Faktur Pajak senilai Rp1,5 Milyar, dan PT ABC menerima Faktur Pajak
senilai Rp10 Milyar. Dengan demikian, ketika seorang pengusaha memiliki Faktur Pajak, ia
dapat menggunakannya untuk (a) mengurangi kurang bayar yang harus disetor ke kas negara,
dan (b) meminta restitusi kepada negara. Tindakan di atas sebenarnya sah saja dan merupakan
mekanisme normal dalam sistem PPN di Indonesia. Tetapi, jika Faktur Pajak-nya fiktif/tidak
sah, maka tindakan tersebut bisa dikatakan tindakan fraud atau korupsi. Dengan mengurangkan
(atau mengkreditkan) Pajak Masukan yang fiktif, seorang pengusaha bisa mengurangi
bahkan bisa meminta restitusi bermodalkan
kewajiban menyetor pajak ke kas negara, atau
faktur pajak fiktif tersebut. Dari celah inilah kemudian muncul berbagai kasus Faktur Pajak
fiktif.Istilah faktur pajak fiktif dikenal pula sebagai faktur pajak yang tidak sah. Menurut Surat
Edaran Dirjen Pajak Nomor 132/PJ/2010, faktur pajak tidak sah adalah faktur pajak yang (a)
tidak berdasar transaksi yang sebenarnya, dan (b) diterbitkan oleh pengusaha yang belum
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Kerugian Faktur Pajak Fiktif
Terdapat dua bentuk kerugian negara yang diakibatkan oleh modus faktur pajak fiktif.
Pertama, dengan mengkreditkan faktur pajak yang tidak sah atau fiktif, oknum pelaku dapat
mengurangi besarnya pajak yang harus disetorkan ke kas negara. Misalkan dalam kasus PT
ABC di atas, seharunya PT ABC menyetorkan kurang bayar Rp500 juta. Ketika ditambahkan
faktur pajak fiktif senilai Rp400 juta misalnya, maka PT ABC hanya perlu menyetor PPN
sebesar Rp100 juta saja. Kedua, kerugian dapat terajadi ketika oknum pelaku sampai bisa
melakukan restitusi dari negara. Misalnya seorang eksportir yang memiliki faktur pajak
sebenarnya Rp100 juta seharusnya hanya meminta restitusi Rp100 juta saja. Namun jika si
eksportir tersebut mengreditkan faktur pajak fiktif senilai Rp300 juta, maka ia bisa mencairkan
15