Page 9 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 20 DESEMBER 2019
P. 9
dokumen calon tenaga kerja migran," ujarnya.
Proses pelatihan pun harus memiliki standarisasi yang diakui secara nasional
maupun internasional. Maka dari itu, pemerintah disarankan mengoptimalkan peran
Balai Latihan Kerja.
"Selama ini mereka hanya ingin mendapatkan sertifikat saja, bahkan cenderung
dibuat palsu. Nah itu harus diperbaiki semua. Oleh karena itu, kita harus
manfaatkan BLK (Balai Latihan Kerja) secara optimal sehingga mereka benar-benar
siap, mempunyai kemampuan untuk dikirim ke luar negeri, baik dari sisi
pengetahuan maupun skill-nya," katanya.
Selain itu, Saiful juga menekankan agar pemerintah fokus dalam pemetaan sektor
kerja bagi para tenaga migran.
Lebih jauh, menurut Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo, pemerintah
Indonesia perlu menyiapkan transformasi tata kelola migrasi tenaga kerja yang
sebelumnya bersifat sentral menjadi desentralisasi atau tersebar.
Transformasi ini membutuhkan kesiapan dari pemerintah daerah, mulai dari
provinsi, kabupaten atau kota hingga pada tingkat desa. Namun demikian hingga
saat ini juga belum ada langkah signifikan dalam proses transformasi ini.
Programmer Officer dari Organisasi Buruh Internasional (International Labour
Organization/ILO) Irham Ali Saifudin mengatakan, ada beberapa faktor perubahan
yang harus dicermati dalam konteks pekerja migran. Pertama adalah globalisasi
yang membuat kegiatan ekonomi antarnegara saling terkait. Kedua, mengenai
pertumbuhan teknologi informasi.
"Kabar baiknya, pekerjaan informal yang selama ini menjadi basis utama pekerja
migran Indonesia, itu merupakan pekerjaan yang tidak bisa diganti mesin atau
robot," ujarnya.
Pewarta: Indra Arief Pribadi Editor: M. Hari Atmoko COPYRIGHT (c)2019 .
Page 8 of 82.