Page 176 - BUKU DASAR-DASAR PENGAMANAN HUTAN_Neat
P. 176

Dasar-Dasar Pengamanan Hutan  163


                     ekonomis masyarakat Krui dengan kawasan hutan yang berdampak
                     terhadap kerusakan hutan.
                 c.  Hutan Adat Suku Talang Mamak di Riau
                     Hutan adat yang ada di wilayah suku Talang Mamak dibagi menjadi
                     dua bagian, yaitu dua Rimba Biasa dan Rimba Puaka atau Puhun.
                     Rimba Puaka merupakan hutan yang tidak boleh digunakan untuk
                     kepentingan  komersial  (setara  dengan  Hutan  Konservasi  saat
                     ini).  Masyarakat  hanya  dapat  memanfaatkan  Rimba  Biasa  untuk
                     perladangan  dan  pengambilan  hasil  hutan  kayu  dan  hasil  hutan
                     non kayu.
                 d.  Hutan Adat Dayak Benuaq di Kalimantan Timur
                     Dalam pembukaan ladang, di samping mempertimbangkan aspek
                     magis, masyarakat Benuaq mempertimbangkan aspek-aspek fisik
                     yang berkaitan dengan kesuburan tanah dan kondisi mikroklimat
                     lainnya. Orang Benuaq menyakini adanya hubungan timbal balik
                     antara  lingkungan,  manusia,  dan  Yang  Maha  Kuasa,  sehingga
                     masyarakat Benuaq tidak berani melakukan pemanfaatan sumber
                     daya  hutan  secara  ekploitatif  dan  ekstraktif.  Mereka  hanya
                     memanfaatkan hutan sebatas untuk kepentingan hidup.
                 e.  Perlindungan Hutan dan Sumber Air Masyarakat Mandailing Natal
                     di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara
                     Secara tradisional, masyarakat Mandailing Natal telah melindungi
                     hutan  alam  dan  sumber  air,  serta  memanfaatkan  sumber  daya
                     alam secara bijaksana, misalnya melalui tata cara, lubuk larangan,
                     penataan ruang banua/hutan, tempat keramat “naborgo-borgo”
                     atau  “harangan  rarangan”  (hutan  larangan)  yang  tidak  boleh
                     diganggu  dan  dirusak.  Dalam  pandangan  hidup  masyarakat
                     Mandailing,  air  merupakan  “mata  air  kehidupan”  yang  bertali-
                     temali  dengan  institusi  sosial,  budaya,  ekonomi,  dan  ekologis,
                     sehingga harus dilindungi keberadaannya. Kearifan lokal ini masih
                     bertahan sampai saat ini. Di Jawa Tengah, sampai saat ini, masih
                     dikenal  sebutan  “Jaga  Baya”  bagi  anggota  masyarakat  tertentu.
                     Namun, hal ini tidak spesifik kepada penjaga hutan tetapi pada arti
                     yang lebih luas, yaitu: penjaga bahaya.
             2.  Masa Pendudukan Belanda (Tahun 1592–Maret 1942)
                 Pada  masa  awal  pendudukan  Belanda  di  Indonesia  telah  dikenal
                 sebutan “pengalasan”, yaitu seseorang yang memiliki tugas mengawal
                 hutan. Sekitar tahun 1620, tercatat dua hal penting lainnya, yaitu:
   171   172   173   174   175   176   177   178   179   180   181