Page 44 - Modul Pancasila, Kewarganegaraan & Pendidikan Anti Korupsi
P. 44
Aristoteles menyatakan hakikat negara sebagai persekutuan hidup politis
(he koinonia politike), maksudnya adalah persekutuan hidup yang
berbentuk polis. Hal itu mengandung makna adanya hubungan yang
bersifat organik antara warga negara yang satu dengan yang lainnya.
Negara bukan sekedar instrumen atau kumpulan yang teratur dari bagian-
bagian mesin yang menyebabkan terbentuknya mesin itu, melainkan
sesungguhnya adalah suatu organisme. Karena itulah Aristoteles
dinyatakan sebagai peletak dasar teori organisme tentang negara. Dalam
hakikat yang demikian, maka terdapat hubungan yang bersifat khusus,
yang sangat erat, akrab, mesra, dan bahkan lestari antara warga negara
satu dengan yang lainnya dalam polis. Itu juga berarti bahwa terdapat
kewajiban bagi negara untuk menjaga, memelihara dan melestarikan
hubungan khusus bagi warga negara tersebut.
Pada zaman Abad Pertengahan hakikat negara sebagai organisasi
masyarakat yang disebut Civitas. Saat itu terdapat dua organisasi
kemasyarakatan yaitu Civitas Dei (masyarakat keagamaan- Negara
Teokrasi) dan Civitas Terena (masyarakat keduniawian-Negara Sekuler).
Selain itu ada pula Civitas Academica (masyarakat akademis-masyarakat
ilmiah).
Pada permulaan Abad Modern, hakikat negara adalah milik suatu dinasti
atau imperium. Wujud hakikat negara saat itu masih tampak dari eksesnya
yang dikenal luas karena sangat terkenal yaitu adanya ungkapan L’etat
c’est moi-negara adalah saya. Selain hakikat negara seperti itu, dijumpai
pula pandangan bahwa hakikat negara adalah suatu ikatan tertentu atau
status tertentu (staat-state). Status yang dimaksudkan adalah status
bernegara (status civil) sebagai lawan daripada status belum bernegara
atau status alamiah (status naturalis). Dalam status civil terdapat
pengakuan terhadap hak-hak sivil atau hak asasi manusia. Sebaliknya
dalam status alamiah yang sering juga disebut sebagai keadaan hukum
rimba belum ada pengakuan hak asasi manusia.
Dalam zaman modern, hakikat negara ditinjau secara sosiologis dan
yuridis. Secara sosiologis, negara dilihat sebagai ikatan suatu bangsa,
negara sebagai suatu organisasi kewibawaan, atau ada pula yang
menyatakan hakikat negara sebagai organisasi jabatan. Sedangkan dari
segi yuridis memandang ada tiga hakikat negara yaitu:
1. Sifat hakikat negara dari segi hukum kepemilikan dalam hukum
perdata, seperti yang dijadikan landasan dalam teori-teori feodal. Ini
merupakan pengaruh hukum dogmatik Romawi.
36