Page 174 - Toponim Magelang
P. 174

162         Toponim Kota Magelang












                                5. Jaten


                                Tradisi lisan menyebut, Kampung Jaten bermula dari lokasi untuk menumpuk kayu jati
                                di masa lalu. Dalam pandangan tradisional, hanya kayu jati yang layak diberi predikat
                                “sejatining kayu” karena mampu bertahan lama nyaris tanpa mengalami penurunan
                                kualitas  sama  sekali. Sementara  kayu lain  hanya  disebut “kayu tahun” karena daya
                                tahannya hanya dalam bilangan tahun, bukan dalam hitungan abad seperti kayu jati.

                                Muncul penafsiran sedikit berbeda, yakni daerah ini bekas area yang ditanami pohon jati.
                                Kendati berbeda, kedua penafsiran ini tetap mengacu pada unsur jati (Tectona grandis).
                                Menurut penekun perkebunan, Renville Siagian dalam tulisan Tumbuhan sebagai Pertapa
                                Sejati (2017) menyebut muasal tumbuhan jati di Jawa adalah dari Gujarat, India, yang
                                dibawa oleh para pedagang India yang datang ke Jawa kala itu. Diduga penguasa Jawa
                                masa itu menganggap jati sebagai pohon suci. Lantas, mengimpornya dari Kalingga di
                                Pantai Timur India Selatan yang sejak abad II menanamnya di sekitar candi. Pohon jati
                                memang banyak ditemukan di sekitar candi di Jawa untuk menghormati Dewa Shiwa.
                                Awalnya hutan jati di Jawa ialah hasil penanaman pada akhir era Hindu. 112


                                Dari keterangan botani cum sastrawan Imam Budi Santoso (2017), pohon jati adalah
                                satu-satunya  pohon berkayu yang  paling  dibutuhkan  dan  digunakan  kayunya  untuk
                                bangunan maupun perkakas rumah tangga. Harga kayu jati pun cukup mahal, atau
                                justru paling mahal diantara jenis kayu bangunan yang menjadi komoditi perdagangan.
                                Orang Jawa mengenal aneka jenis pohon jati, yakni jati lengo atau jati malam, jati sungu,
                                jati werut, jati doreng, jati kembang, dan jati kapur. Periode kolonial, pembudidayaan
                                pohon jati di Indonesia bukan monopoli pemerintah saja melainkan juga diusahakan
                                oleh rakyat. Maka, tidak mengherankan jika orang Jawa sangat “memuja” kayu jati.
                                Terbukti lebih 200 desa di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta yang menggunakan
                                nama jati sebagai nama desa mereka, termasuk Jaten di Magelang.

                                Pohon jati dapat tumbuh meraksasa hingga ratusan tahun dengan ketinggian 40-45
                                meter dan diameter 2,5 meter. Sedangkan pohon yang dianggap baik adalah  yang



                                112  Renville Siagian “Tumbuhan sebagai Pertapa Sejati” pengantar dalam Imam Budi Santoso. Suta
                                Naya Dhadhap Waru: Manusia Jawa dan Tumbuhan. (Yogyakarta: Interlude, 2017).
   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179