Page 177 - Toponim Magelang
P. 177

Toponim Kota Magelang    165











                     kekuatan gumuk atau gunung cilik dalam dimensi spiritual. Ia bukan sekadar gundukan
                     tanah yang dirimbuni rerumputan atau tumbuhan lainnya. Gumuk yang ada di
                     Kampung Mijil diyakini ada penunggunya atau dhanyang, sehingga wajar tumpukan
                     tanah itu melekat dalam ingatan bersama masyarakat dan dipakai untuk penyebutan
                     kampung ini.

                     Bahkan, hidup keyakinan  yang berakar  dari kepercayaan leluhur  dinamisme  dan
                     animisme bahwa manusia Jawa klasik tidak mengerjakan upacara sesaji persembahan
                     kepada  dhayang, maka bisa  kuwalat  dan kampung ditimpa pagebluk. Mereka serius
                     menjaga gumuk atau gunung. Penghormatan terhadap penunggu gumuk dengan
                     perayaan  tradisional  itu sesungguhnya merupakan  rambu-rambu peringatan supaya
                     mereka menjaga harmoni antara manusia dengan alam, juga tidak mengeksploitasi
                     sumber daya alam secara berlebihan supaya ditemukan keseimbangan makrokosmos
                     dan mikrokosmos.


                     Proses ritual tradisional ini dimaknai pula sebagai ruang dialog imajiner antara penduduk
                     Magelang dengan dhayang. Konon, lewat acara tersebut, apabila akan terjadi bencana,
                     masyarakat lokal sudah diberitahu melalui perlambang. Secara tidak langsung, ritual ini
                     dapat merawat semangat warga bergotong royong. Lewat pertunjukan wayang kulit,
                     masyarakat Magelang diajarkan kawruh (pengetahuan) mengenai gunung.

                     Wayang pada dasarnya sebagai sarana penggambaran alam pikiran orang Jawa. Dalam
                     jagad pewayangan, gunungan ialah simbol dari alam  semesta. Bentuknya kerucut,
                     mengingatkan kita pada  ritus pemujaan  nenek moyang, yaitu punden berundak.
                     Kerucut dipandang dari samping  seperti segitiga menjulang  tinggi, melambangkan
                     Trinitas, Yang Maha Tinggi. Penampang kerucut berbentuk lingkaran melambangkan
                     garis yang tidak berawal dan tidak berakhir, yang berarti abadi: Tuhan. Bentuk kerucut
                     layaknya gunung, sealur dengan pandangan magis wong Jawa bahwa terdapat puluhan
                     gunung berapi di Pulau Jawa yang memberi kehidupan bagi penghuninya.


                     Gunungan dalam pergelaran wayang kulit berfungsi sebagai tanda mulai dan tamatnya
                     suatu pergelaran, tanda istirahat, latar belakang suatu adegan, dan tanda pengganti
                     misalnya gunung. Dalam cerita Yudhakanda, sewaktu Anoman disuruh Rama berburu
                     daun Lata Maosadi, lantaran  tak tahu bentuk daun itu, maka  gunungnya yang ia
                     diangkat. Barangkali kita pernah memperhatikan tangan dalang begitu luwes mencabut
                     gunungan yang tertancap di gedebog, lalu menggerakkannya, bahkan diputar-putar. Aksi
   172   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182