Page 35 - Toponim Magelang
P. 35

Toponim Kota Magelang     23











                     Terealisasinya jalur kereta api melewati pusat Kota Magelang ini mengawali periode baru
                     dalam perkembangan Kota Magelang menuju suatu pusat pemukiman, perekonomian,
                     pemerintahan, dan  aktivitas  sosial  yang  menunjukkan  unsur-unsur  kota modern.
                     Kondisi ini dijadikan pertimbangan dari para petinggi kolonial di permulaan abad XX
                     untuk menentukan Magelang sebagai salah satu kota yang dianggap layak mendapatkan
                     status sebagai Kotapraja (Gemeente).

                     Magelang pada periode Jepang dan Revolusi mempunyai kisah historis yang menarik
                     untuk disinggung di sini. Merujuk Undang-Undang  Nomor 27 perihal  Perubahan
                     Tata Pemerintahan Daerah, seluruh tanah Jawa dan Madura, kecuali Surakarta
                     dan Yogyakarta, dipilah menjadi syu, syi, ken, gun, son, dan ku. Area syi sama seperti
                     stasdgemeente, ken (kabupaten), gun (kawedanan), son (order distrik atau kecamatan),
                     dan ku (desa atau kelurahan). Kepala daerah syu, syi, ken, gun, dan ku diangkat seorang
                     syuco, syico, kenco, gunco, dan kuco. Dengan pemilahan di muka, Propinsi Jawa Barat, Jawa
                     Tengah, Jawa Timur dihapuskan.


                     Periode pendudukan Jepang, Magelang yang juga kabupaten punya otonomi penuh.
                     Bupati atau kenco Magelang, yakni R.A.A Sosrodiprodjo. Kabupaten Magelang bagian
                     dari Keresidenan Kedu (syu Kedu), dan Raden Panji Soeroso sebagai Residen (syutyokan).
                     Wilayah ini membawahi Temanggung, Wonosobo, Purworejo, Kebumen, Magelang,
                     dan Kotapraja (syi) Magelang.  Kondisi ekonomi masyarakat Magelang era ini terbilang
                                              44
                     sulit. Sebagian hasil pangan rakyat dirampas Jepang guna memenuhi kebutuhan logistik
                     dan  biaya  perang melawan  Sekutu. Padahal, masyarakat beranggapan, tumbangnya
                     pemerintah Belanda  dan digantikan Jepang, penderitaan  dan kesengsaraan rakyat
                     berkurang. Tapi kepedihan warga malah bertambah.

                     Pada 15 Agustus 1945 Jepang bertekuk lutut terhadap Sekutu. Situasi ini dimanfaatkan
                     golongan muda menyiapkan proklamasi kemerdekaan selagi Indonesia vakum kekuasaan.
                     Tanggal 17 Agustus 1945, Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Berita
                     proklamasi tidak langsung diterima warga Magelang. Dua hari kemudian, 19 Agustus
                     1945, tengah malam hingga pukul 5 pagi, barisan Pelopor menggelar rapat menyoal
                     persiapan perubahan politik di Magelang usai terdengar warta Jepang menyerah. Dalam
                     rapat, Sosrodiprodjo menghimbau barisan Pelopor supaya tenang menghadapi kahanan
                     ini. Syotyokan Raden Panji Soeroso sepulang dari Jakarta juga memahami perubahan
                     politik.


                     44  Periksa Yan Driya Samodra. “Peranan Masyarakat Magelang dalam Mempertahankan Kemerdekaan
                     Republik Indonesia Tahun 1948-1949”. Skripsi. (Pendidikan Sejarah, FIS: UNY: Yogyakarta, 2014).
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40