Page 44 - Merayakan Ibu Bangsa_201216_1406
P. 44

Baik Perwari maupun Gerwis aktif
        menentang poligami dan memprotes Peraturan
        Pemerintah  Nomor  19  Tahun  1952 yang
        menetapkan peraturan pembagian uang pensiun
        pegawai negeri berpoligami. Peraturan ini
        dianggap memberi ruang bagi poligami di kalangan
        pejabat serta menimbulkan kesan adanya
        “pemborosan uang negara untuk mengongkosi
        poligami” (Wieringa 2010: 185). Mereka menuntut
        pengesahan  Undang-Undang  Perkawinan yang
        melarang  poligami  dan  menjamin  hak-hak
        perempuan dalam lembaga perkawinan.
               Namun, pada 1954 Presiden Sukarno
        melakukan poligami dengan mengawini Hartini
        sambil tetap mempertahankan istrinya ketika itu,
        Fatmawati. Hal ini membuat gerakan perempuan
        terpecah. Gerwis, yang pada 1954 berubah
        nama menjadi Gerakan Wanita Indonesia, sulit
        menyatakan protes besar-besaran karena khawatir
        hal itu akan menguntungkan kepentingan pro-
        kapitalis yang tidak suka dengan kepemimpinan
        Bung Karno. Sebaliknya, Perwari terang-terangan
        mengerahkan massa perempuan untuk mendemo
        Bung Karno dan Hartini. Tetapi gerakan ini tidak
        digubris oleh Presiden.

               Dengan  kepemimpinan  S.K. Trimurti,
        Salawati Daud dan Umi Sardjono, Gerakan Wanita
        Indonesia melakukan kegiatan pemajuan hak-hak
        wanita. Mereka memperjuangkan agar jabatan
        kepala desa dapat diduduki perempuan. Mereka
        memperjuangkan cuti haid dan cuti hamil bagi
        wanita pekerja, kesetaraan upah antara lelaki


        44
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49