Page 16 - BUKU SOSIOLINGUISTIK DAN PENGAJARAN BAHASA
P. 16

Pendahuluan                                                             5

                  penggunaan  teknologi  telah  menjadi  bagian  dari  kehidupan
                  manusia. Hal ini tidaklah salah, namun yang keliru adalah jika pola
                  masyarakat memanfaatkannya secara tidak bijak. Salah satu media
                  teknologi dimana bahasa tampak berperan adalah teknologi media
                  sosial  yang  merupakan  bagian  dari  kehidupan  masyarakat
                  kontemporer.  Penggunaan  media  sosial  sangat  kuat  sehingga
                  muncul  kesan  bahwa  komunikasi  yang  nyata  (Face  to  Face
                  Communication – F2F) telah terlupakan. Peran media sosial begitu
                  kuat  dalam  memediasi  komunikasi  masyarakat  modern  tanpa
                  kesadaran  terhadap  dampak  yang  negatif  dari  penggunaannya
                  yang  tidak  bijak.  Ironinya,  generasi  Millenial,  yang  kelahirannya
                  antara  tahun  1980an-2000an,  belum  cukup  memahami  untuk
                  bagaimana  membijaki  penggunaan  media  sosial  secara  khusus,
                  dan  teknologi  secara  umum.  Arung  (2018)  menunjukkan  bahwa
                  ‘pemertahanan  interaksi  verbal  atau  interaksi  secara  behadapan
                  dapat  dikhawatirkan  akan  melemah’  dan  ‘manfaat  dari  hubungan
                  psikologis  sementara  terabaikan’  oleh  penggunaan  media  sosial
                  yang  tidak  bijak.  Selain  itu,  ujaran-ujaran  kebencian  (abusive
                  language)  seringkali  ditunjukkan  melalui  media  sosial  (Ibrohim  &
                  Budi, 2018), berita-berita yang ditulis atau dibagikan melalui media
                  sosial yang tidak mempertibangkan bahasa yang tepat justru dapat
                  menyebabkan         resiko     bunuh       diri    (Arendt,     Scherr,
                  Niederkrotenthaler,  &  Till,  2018;  Mueller,  2017;  dan  Pirkis,  2009),
                  beberapa ekspresi  bahasa  yang sebenarnya bertujuan  baik tetapi
                  terkadang  disalahpahami  oleh  pembaca  di  media  sosial
                  (Kuzminski,  2016)  karena  teks  percakapan  saja  sering  gagal
                  mengidentifikasi  bahasa-bahasa  mendasar  yang  ada  dalam
                  sebuah teks (Sarma, Singh, & Goswami, 2019).
                        Secara  filosofis,  dari  pencermatan  axiologis,  masyarakat
                  kontemporer  lebih  condong  pada  penggunaan  bahasa  melalui
                  teknologi.  Prinsip  kebebasan  berekspresi  dengan  menggunakan
                  bahasa benar-benar semakin bebas tanpa mempedulikan nilai-nilai
                  etika dalam berbahasa.  Imbasnya, pengguna teknologi membawa
                  prinsip  itu  saat  berinteraksi  dengan  tanpa  kesantunan  berbicara,
                  tanpa  memperhatikan  bahasa  gender  dan  usia,  dan  parahnya
                  bahwa  penggunaan  bahasa  dalam  media  sosial  dianggapnya
                  sebagai  variasi-variasi  bahasa  yang  elegan.  Boleh  dikatakan
                  bahwa  keberanian  dalam  berinteraksi  menggunakan  bahasa
                  melalui  media  sosial  hanyalah  sebuah  ‘keberanian  seorang
                  pengecut’ yang hanya dapat mengekspresikan pikiran, emosi, dan
                  tekadnya dengan bahasa melalui sebuah mesin. Kadar kesantunan
                  dalam  berbicara  tidak  lagi  terpelihara  dan  solidaritas  tidak  lagi
                  murni  dan  erat  di  antara  anggota  masyarakat  sejak  munculnya
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21