Page 104 - Berbeda tapi Satu Jua – Kumpulan Cerpen Karya Murid SD di Kabupaten Kolaka
P. 104

KITA HARUS RENDAH HATI


                                             Oleh : Safira Milsha Putri Sukamil


                   Hai, namaku Safira, ketika liburan sekolah, aku pulang kampung ke Mowewe, dan
               di sana aku bermain dengan sepupuku yang bernama Akila. Akila adalah seorang anak
               tunggal yang sangat disayang oleh kedua orang tuanya. Dia dan keluarganya tinggal
               di  rumah  yang  besar  dan  mewah,  serta  segala  kebutuhannya  terpenuhi.  Hanya  saja,
               terkadang dia suka memamerkan barang-barang baru  kepada teman-temannya. Seperti
               pada sore itu, ketika aku, dia dan dua orang temannya sedang bermain-main di teras
               rumahnya.
                   “Eh, teman-teman aku punya boneka baru, bentuknya bagus dan lucu sekali. Kemarin
               ayahku membelikannya dari Jakarta.” Kata Akila.
                   “Mana coba aku lihat.” Sambut Ayu penasaran.
                   “Tapi tidak sekarang, soalnya boneka itu aku simpan di dalam lemari. Kalau kalian
               mainkan nanti cepat kotor. Lagian harganya sangat mahal, kan kasihan kalau kotor atau
               rusak.” Nada suara Akila terdengar menyebalkan.
                   “Wah, kamu beruntung sekali, Aqila. Segala kebutuhanmu terpenuhi.” Ucap Mitha.
                   “Ah, biasa saja. Semua itu karena aku adalah anak tunggal, jadi wajar kalau orang tuaku
               ingin memanjakanku.”Jawab Akila lagi, dan nada suaranya masih sama menyebalkannya.
                   “Kalau begitu aku dan Mitha pulang dulu, yah. Sudah sore, nanti besok kita lanjutkan
               lagi.” Ayu dan Mitha pamit lalu beranjak dari teras rumah. Setelah keduanya jauh, aku
               langsung menasihati  Akila.
                   “Akila, kenapa kamu begitu?” Tegurku.
                   “Begitu bagaimana maksudmu, Safira?” Ia balik bertanya.
                   “Sikap suka pamermu! Untuk apa kau berkoar-koar soal bonekamu yang harganya
               mahal itu, kalau kau tidak bersedia jika dimainkan oleh mereka? Itu sombong namanya.”
               Nada suaraku agak meninggi.
                   “Oh itu, apa salahnya mereka tahu kalau aku punya boneka mahal yang di belikan
               ayahku.” Jawab Akila tanpa merasa bersalah.
                   “Perbuatanmu itu tidak baik, rendah hatilah sedikit. Pikirkan perasaan orang lain, kalau
               tidak, teman-temanmu akan menjauhimu.” Kataku menjelaskan.
                   “Biar saja. Nanti juga mereka akan datang lagi, dan pasti aku pinjamkan. Selesai, kan?”
               Jawab  Akila enteng.
                   “Tapi tidak dengan cara seperti tadi, itu tidak baik.” Tegasku.
                   “Ah, kamu. Jangan-jangan kamu juga mau pinjam bonekaku, ya?” Ungkap  Akila.
               Sontak aku menggelengkan kepala. Aku semakin kesal karenanya.
                   “Eh anak-anak kenapa ribut?” Kata ibunya Akila
                   “Begini, Tante, Akila suka pamer barang-barang barunya kepada teman-temannya,
               dia dengan sombongnya melakukan itu, dan kulihat tadi teman-temannya merasa tidak
               nyaman dengan sikap Akila.” Tuturku kepada ibunya Akila.
                   “Aku hanya cerita ke teman-teman kalau aku punya boneka baru yang harganya mahal,
               dan mereka tidak boleh memainkannya karena nanti kotor. Tapi memang benar, kan,
               harga bonekaku itu memang mahal, nanti kalau mereka merusaknya, memang mereka



                                                           81
   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109