Page 111 - Berbeda tapi Satu Jua – Kumpulan Cerpen Karya Murid SD di Kabupaten Kolaka
P. 111

GURU BARU


                                              Oleh : Farel Ardiansyah Rahim


                   Minggu yang cerah. Rafael akan bermain bola bersama teman-temannya. Ia sedang
               mengenakan sepatu di teras rumah ketika melihat orang yang tidak dikenalnya memetik
               mangga milik tetangga. “Berani sekali orang itu. Masih pagi begini sudah memetik
               mangga orang” batinnya penuh curiga. Tanpa berpikir panjang ia lalu mengambil kerikil
               dari pot bunga milik ibunya kemudian melempari orang tersebut dan tepat mengenai
               punggungnya. Ia berteriak kesakitan lalu melihat sekelilingnya. Mencari siapa yang
               melemparnya. Tetapi ia tak melihat siapa-siapa. Ia kemudian memetik mangga kembali.
                   Rafael kesal karena orang tersebut tidak kapok dengan lemparannya. Ia kembali
               membungkuk di depan pot bungai bunya. Sejurus kemudian ayah Rafael melihatnya.
                   “Rafael sedang apa?” Tanya ayah.
                   “Rafael ingin memberi pelajaran pada pencuri yang tega mengambil mangga milik
               Om Budi.” Jawab Rafael.
                   “Apa? Pencuri! Mana pencurinya?”Ayah Rafael terkejut.
                   “Sana ayah, lihat di atas pohon  mangga  milik Om Budi!” Jawab  Rafael  sambil
               menunjuk seorang yang tengah memetik mangga.
                   “Dia bukan pencuri!” Tegas ayah Rafael.
                   “Lalu apa namanya kalau mengambil barang orang tanpa diketahui pemiliknya?”
               Bantah Rafael pada ayahnya.
                   “Itu Kak Satrio, anak sulung Om Budi!” Jawab Ayah yang membuat Rafael kaget.
                   Rafael mulai merasa bersalah  karena sudah melemparnya  dengan  kerikil. Dia
               kebingungan bagaimana cara menebus kesalahannya. Terlebih lagi dia menyebutnya
               sebagai pencuri mangga. Rafael menyesal.
                   “Selama ini Kak Satrio menetap di Kendari dan baru datang kemarin sore. Ia pindah
               tugas di sini. Dan dia akan mengajar di sekolah Rafael menggantikan Pak Rusdin
               yang sudah pensiun.” Penjelasan ayah yang panjang lebar itu tentu saja membuat hati
               Rafael tidak tenang.
                   “Sekarang, cepat Rafael minta maaf sama Kak Satrio!” Perintah ayah yang sukses
               membuat Rafael gemetar. Ya, dia harus minta maaf.
                   “Ayah, Rafael takut.”
                   “Kenapa harus takut? Lagi pula Rafael memang sudah bersalah!” Protes ayah.
                   “Ayo sekarang minta maaf pada Kak Satrio. Dia orang baik, tidak mungkin dia
               tidak memaafkan  Rafael.  Rafael  harus  ingat, guru itu harus  dihormati  karena  guru
               adalah pemberi ilmu di sekolah, tidak mungkin Rafael pintar kalau tidak diajar oleh
               guru.”Lanjut ayah.
                   “Baik ayah, besok Rafael akan meminta maaf kepada Kak Sartrio.” Turut Rafael.
                   Keesokan harinya, Rafael berangkat ke sekolah diantar ayah. Awalnya Rafael riang
               tetapi tiba-tiba murung karena mengingat kejadian kemarin.
                   “Rafael kenapa?” Tanya Aspin, teman sebangku Rafael. Ia kemudian menceritakan
               kejadian kemarin sampai membuatnya tidak tenang.
                   “Rafael, lain kali kalau mau menuduh itu lihat dulu orangnya. Lagi pula kenapa



                                                           87
   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116