Page 13 - Berbeda tapi Satu Jua – Kumpulan Cerpen Karya Murid SD di Kabupaten Kolaka
P. 13

JANGANLAH MEMBEDA-BEDAKAN SUKU


                                             Oleh : Muhammad Safta Nugraha


                   Tesa mempunyai teman kelas yang selalu mengejeknya, mereka adalah Bino, Irene,
               Chesil, dan Adi. Mereka kerap membuat Tesa merasa sedih.
                      “Tesa itu berbeda suku dengan kita, kita jangan berkawan dengannya.” Ucap Irene
               dengan nada mengejek.
                      “Iya, coba lihat kulitnya hitam, bajunya kusut tidak disetrika dan dia juga jarang
               ke kantin mungkin dia tidak puya uang. Hahahaha.” Sambung Bimo.  Tetapi  Tesa tak
               mengacuhkan omongan temannya itu, meski dalam hatinya, ia tentu sedih. Ia pun
               melanjutkan tugasnya untuk menyapu karena pagi ini adalah jadwalnya.
                      Ketika  bel  istirahat  berbunyi,  sebagian  besar  teman-teman  Tesa  di  kelas
               menghabiskan waktunya ke kantin untuk makan, sementara  Tesa sendirian yang
               membawa bekal dari rumah. Tesa biasanya akan memilih duduk di bawah pohon rindang
               di sudut belakang kelasnya untuk menyantap isi bekalnya, lalu  mempergunakan sisa
               waktunya untuk membaca buku di perpustakaan.
                      Namun kali ini ada hal yang membuat  Tesa menangis, Bimo beserta teman-
               temannya menjahili Tesa. Ketika Tesa membawa bekal ke taman untuk makan, di depan
               pintu kelas Bimo dengan sengaja mendorong Tesa hingga bekal yang dibawanya ikut
               terjatuh. Tesa pun sedih dan berlari ke belakang sekolah sambil menangis. Kebetulan saat
               itu Ibu Muliana lewat dan mendengar suara tangisan dan segera menghampiri Tesa.
                   “Kenapa Tesa menangis?” Tanya Bu Muliana.
                   “Bekal yang aku bawa dari rumah jatuh ke tanah, Ibu.” Jawab Tesa terisak-isak seraya
               berupaya menghapus air mata di pipinya.
                   “Kenapa bekalmu bisa jatuh?” Lanjut Bu Muliana.
                   “Bi... Bimo yang mendorongku, Bu.” Kata Tesa agak terbata.
                   “Bimo melakukan itu? Hamm, dia harus bertanggung jawab dengan perbuatannya.”
               Lanjut Bu Muliana sambil mengusap pundak Tesa untuk menenangkan perasaannya.
                   “Bimo  dan  teman-temannya  selalu  mengejekku.  Kata  mereka  aku  berbeda  suku
               dengan mereka, orang kampung, dan pakaianku tidak sebagus mereka.” Tutur Tesa. Bu
               Muliana berjanji akan menegur Bimo dan kawan-kawannya. Dan menyuruh Tesa untuk
               tenang.
                   “Oh iya, kamu suka baca puisi, kan? Kamu bisa mendaftar untuk ikut lomba, karena di
               kelas 5 ini kamu lebih menonjol dalam baca puisi dibanding teman-temanmu yang lain.”
               Bu Muliana mencoba mengalihkan kesedihan Tesa.
                   Banyak siswa yang berminat mengikuti pendaftaran dan seleksi yang dilakukan
               sekolah,  namun hanya ada 3 nama yang berhasil lolos untuk membaca puisi pada tingkat
               kabupaten. Dan ketiga nama itu adalah, Tesa, Irene, dan Bimo.
                   Seminggu kemudian Bu Muliana membawa ketiga muridnya ke tempat perlombaan.
               Ada 30 murid yang ikut dalam perlombaan tersebut. Setelah beberapa hari, akhirnya panitia
               lomba  mengirimkan surat pengumuman lomba, beserta undangan untuk menerima piala
               sebagai Juara 1. Dan nama yang tertera dalam pengumuman itu adalah  Tesa. Menyusul
               nama-nama  peserta  dari  sekolah  lain  sebagai  juara  2  dan  3. Tentu  saja Tesa  sangat



                                                           3
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18