Page 15 - Berbeda tapi Satu Jua – Kumpulan Cerpen Karya Murid SD di Kabupaten Kolaka
P. 15

MENJADI TEMAN YANG BAIK


                                               Oleh : Rahayu Putri Budiman


                   Ayu adalah murid baru SDN 2 Lalombaa. Ibunya meninggal sebulan lalu, dan kini
               dia hanya dirawat oleh ayahnya. Sebagai anak baru yang tampil berbeda, Ayu kerap
               direndahkan oleh beberapa temannya. Seperti pada siang ini, seusai pelajaran matematika.
               Ani dan Wati kembali mengejek Ayu.
                      “Teman-teman lihat pakaian Ayu yang kumal dan kebesaran!” Seru Ani.
                      “Iya, bajunya seperti lap dan kebesaran seperti orang-orangan sawah saja.”
               Sambung Wati.
                      Lalu teman-teman yang lain menertawakan Ayu. Tetapi Ayu memilih diam tertunduk
               saja mendengar perkataan menyakitkan itu.
                      Ketika bel pulang sekolah berbunyi, serentak anak-anak keluar kelas dengan tertib,
               tapi Ayu memilih keluar belakangan lalu berjalan sendirian. Tak seperti anak-anak lain
               yang jalan beriringan dan berkelompok.
                      “Ayu, kenapa pulang sendirian?” Tanya Budi yang menegurnya dari arah belakang.
                      “Ah, tidak kenapa-kenapa. Mereka hanya tidak mau jalan bersamaku. Yah, mungkin
               karena aku jelek dan miskin.” Balas Ayu dengan suara yang serak.
                      “Ah, jangan dengarkan apa yang mereka katakan itu. Lagi pula kau tenang saja,
               karena masih ada aku yang jadi temanmu.” Kata Budi menghibur Ayu.
                      “Oh ya, adikmu, Wati, juga selalu mengejekku di kelas.” Gumam Ayu.
                      “Kamu tidak usah ambil hati pada omongannya, Wati memang jahil. Sebenarnya
               dia anak baik.” Kata Budi menjelaskan. Ayu mengangguk paham sambil terus berjalan.
                      “Terima kasih, Bud. Kau sudah menemani aku jalan.”
                      “Baiklah,  sampai  ketemu  besok,  yah.”  Ucap  Budi  mengakhiri  percakapan,  lalu
               membalas lambaian tangan Ayu yang sudah tiba di halaman rumahnya. Kebetulan rumah
               Ayu dan Budi hanya berbeda lorong saja.
                      Sesampai Budi di rumah, Wati langsung menghampirinya dengan ekspresi penuh
               penasaran.
                      “Kok, Kak Budi mau berjalan pulang bareng Ayu?” Tanya Wati.
                      “Kebetulan tadi dia tidak punya teman, jadi kakak temani saja dia jalan.”Jawab
               Budi.
                      “Kakak belum tahu, yah? Di kelas kami itu, tidak ada yang mau berteman dengannya.
               Makanya kenapa aku heran sama Kakak.” Ujar Wati seraya mengerutkan kening.
                      “Memangnya Ayu salah apa sampai tidak ada yang mau berteman dengannya?”
               Sergah  Budi tak kalah heran dengan ucapan Wati.
                      “Kakak tahu sendiri kan, cara berpakaian Ayu yang kampungan sekali, lihat saja,
               pakainnya yang kebesaran, warna bajunya kusam dan kusut sekali. Dia terlihat berantakan.
               Belum lagi sepatunya yang bolong dan kaos kakinya yang robek. Eh, pokoknya dia sangat
               lusuh dan kumuh.” Ungkap Wati dalam ekspresi yang berlebihan.
                      “Itu bukan alasan untuk memusuhi dia, apa lagi dia itu tetangga kita dan ibunya
               telah tiada. Kamu tidak kasihan?” Ujar Budi menasihati adiknya.
                      “Kakak tidak usah membela dia.” Jawab Wati.
                      “Dengar ini, Wati. Orang tua kita selalu mengajari kita untuk baik dengan sesama,



                                                           5
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20