Page 134 - Berbeda tapi Satu Jua – Kumpulan Cerpen Karya Murid SD di Kabupaten Kolaka
P. 134
POT BUNGA IBU
Oleh : Muh. Pancar Buana
Namaku Pancar. Umurku dua belas tahun. Dan kini sedang duduk di kelas enam
SD. Memiliki adik kembar yang duduk di kelas empat SD yaitu Lentera, Rona, serta
satu lagi masih kelas dua SD yakni Aisha. Hari ini, Minggu. Tak ada rekreasi bersama
keluarga. Ayah dan ibuku menghadiri reuni sekolah mereka. Sementara aku sendiri
harus menjaga ketiga adikku.
Pagi setelah sarapan, ayah dan ibuku berangkat. Sementara ketiga adikku
menonton acara TV kesukaan mereka. Awalnya aku ikut menonton TV tapi lama-
kelamaan aku bosan juga. Maka aku keluar rumah sambil mencari buah mangga yang
sekiranya sudah bisa dipetik. Namun niat itu seketika terhenti ketika melihat dedaunan
yang berjatuhan dan terlihat mengotori halaman rumah.
Aku kembali ke dalam rumah untuk mengajak ketiga adikku memetik buah mangga
dan membersihkan halaman. Awalnya mereka tidak menghiraukan ajakanku karena
masih asik dengan acara TV tapi aku tidak kehabisan akal. Aku membujuk mereka
dengan permen lollypop. Dan akhirnya mereka pun mau menerima ajakanku. Selain
karena ingin membersihkan halaman rumah, juga karena aku tidak mau adik-adikku
ketagihan dengan acara televisi. Aku masih ingat betul kata ibu guruku bahwa sebagai
anak yang kreatif kita tidak boleh terlalu banyak menonton acara televisi.
Kami pun berbagi tugas. Lentera dan Rona menyapu daun-daun kering. Aisha
menyiram bunga menggunakan selang. Sementara aku sendiri memungut sampah
plastik juga dedaunan yang telah dikumpulkan oleh Lentera dan Rona kemudian
membawanya ke tempat penampungan sampah. Dan tentu saja akan membantu
Aisha menyiram bunga ketika tugasku selesai.
Secara tidak sadar, Aisha menyenggol pot bunga ibu sampai jatuh dan pecah.
Aisha ketakutan dan mulai menangis. Sejurus kemudian Aisha ditenangkan oleh kami
bertiga. Walaupun demikian, aku berpikir keras bagaimana cara menggati pot bunga
ibu agar ia tidak marah. Ibu sangat menyayangi tanaman bunganya. Ia akan kaget
ketika melihat pot bunganya pecah.
Ketiga adikku pasrah. Tetapi mereka tetap berharap padaku sebagai kakak mereka
tentang jalan keluar terbaik untuk mengganti pot bunga ibu. Aku kemudian berpikir
bahwa akan lebih baik kalau pot bunga tersebut diganti dengan ember cat.
“Bagaimana kalau kita mengganti pot bunga ibu dengan ember cat?” Tawarku
kepada tiga orang adikku.
Mereka kebingungan, lalu aku menjelaskan lagi. “Begini saja. Kita ambil ember cat
yang ada di gudang, bantu kakak mengecat ember tersebut. Dan bagaimana kalau
kita beri gambar matahari agar potnya terlihat lebih indah?”
Mereka pun bekerja bersama-sama. Awalnya membersihkan ember, kemudian
dikeringkan dengan lap, selanjutnya dicat bersama-sama. Sambil menunggu cat ember
ember tersebut kering, aku mengambil mangga yang sudah matang dari pohonnya,
mengupasnya lalu kami makan bersama. Ketika hari telah siang, aku mengajak adik-
adikku untuk makan siang. Ibuku sudah menyiapkan makanan sebelum mereka
107

