Page 74 - Berbeda tapi Satu Jua – Kumpulan Cerpen Karya Murid SD di Kabupaten Kolaka
P. 74
KEJUJURAN PAK BUDI
Oleh : Ardiansyah
Pak Budi bekerja sebagai pesuruh di perusahaan meubel yang dipimpin oleh Pak
Setiawan. Setiap hari, pagi-pagi sekali, ia berangkat dari rumahnya menuju perusahaan itu
untuk melakukan tugasnya merapikan, menyapu, mengatur dan membersihkan meja-meja
karyawan, sebelum para karyawan tiba. Ia sangat senang dengan pekerjaannya sebab
dengan pekerjaan inilah ia bisa menyekolakan anaknya sampai ke sekolah menengah
atas. Semua karyawan di perusahaan ini, sangat suka padanya, karena Pak Budi seorang
yang jujur, setiap ia menemukan barang-barang yang tercecer atau jatuh di lantai, ia selalu
mengembalikannya kepada pemiliknya.
Kalau Pak Budi tidak masuk kerja sehari saja, karena sakit, ada saja karyawan yang
masih sempat-sempatnya datang menjenguknya. Ia tinggal bersama istri dan anak-anaknya
di rumah yang sangat sederhana.
Pada suatu hari, anaknya yang bernama Dani terserang penyakit demam berdarah,
demamnya tak kunjung reda. Terpaksa Dani harus dirawat inap di rumah sakit. Pak Budi
jadi malu karena sudah 2 kali meminjam uang kepada Pak Setiawan pimpinan perusahaan,
tempatnya bekerja. Yang pertama ia meminjam untuk biaya SPP anak pertamanya, yang
kedua biaya masuk sekolah putri bungsunya. Karena malu meminjam uang lagi, ia pun
meminjam uang kepada rentenir, walaupun bunganya tinggi tetapi demi anaknya, ia pun tak
peduli.
Akhirnya, anak Pak Budi sembuh setelah dirawat seminggu. Ia sudah bisa bersekolah
lagi, Pak Budi dan istrinya senang. Namun sayang kesenangan itu hanya sementara, karena
kemudian hampir setiap hari, rentenir datang ke rumahnya untuk menagih utang-utangnya.
Pak Budi mencicil semampunya, karena hanya bisa membayar bunganya, maka utangnya
tak kunjung berkurang.
Pagi itu seperti biasanya, Pak Budi datang pagi di perusahaan tempatnya bekerja, ketika
ia membersihkan ruangan kerja Pak Budi, tiba-tiba ia menemukan setumpuk uang seratus
ribuan di bawah meja kerja pimpinannya, diambilnya uang itu, dan hitungnya, jumlahnya lima
juta. Seumur hidupnya ia belum pernah memegang uang sebanyak itu.
Ia bingung, dalam pikirannya dipenuhi utangnya pada rentenir yang harus dibayarnya.
Jika berharap pada gajinya saja, maka akan sulit terlunasi. Kecuali ia bisa memakai uang
temuannya ini. Karena bingung harus bagaimana, Pak Budipun memutuskan untuk
membawa uang itu, disimpannya uang itu di saku celananya yang longgar. Seharian bekerja,
ia merasa tidak tenang, ia selalu salah tingkah, untung saja karyawan-karyawan yang lain tak
memperhatikannya.
Sore itu sepulangnya dari bekerja, Pak Budi berjalan dengan membawa setumpuk uang
di kantong celananya. Ia berniat langsung membayar utangnya ke rentenir tetapi ia mulai
ragu, perasaannya tidak enak, hati kecilnya melarangnya, kemudian ia pun membatalkan
niatnya itu, dan langsung saja pulang ke rumah lalu menceritakan kepada istrinya tentang
uang yang ia temukan.
Istrinya langsung kaget mendengar cerita tersebut, berkatalah istri Pak Budi, “Pak,
kembalikan uang itu pada pemiliknya, kita tidak punya hak sedikitpun mengambil milik orang
55