Page 15 - Berbagi Kasih – Kumpulan Cerpen Karya Murid SD di Kota Baubau
P. 15

MENGHARGAI KEBERAGAMAN


                                                    Oleh : Areta Zaskia


                   Saat sedang bermain,  Dito dan teman-temannya tiba-tiba  dikejutkan  beberapa
               bocah yang mereka belum kenal. Anak-anak itu berjumlah tiga orang. Mereka muncul
               dari sisi kanan halaman rumah.
                   Awalnya ketiga bocah itu berhenti di halaman. Mereka memperhatikan Dito
               dan teman-temannya  asyik bermain. Salah satu di antara anak-anak  itu akhirnya
               memberikan komando agar dua anak lainnya masuk ke halaman. Awalnya Dito dan
               teman-teman merasa terganggu. Salah satu dari anak-anak itu malah masuk ke teras.
               Ia tersenyum lebar.
                   “Kami boleh ikut main?”
                   Suasana seketika hening. Dito dan teman-temannya saling berpandangan.
                   “Namaku Martinus. Dan ini kedua adikku, Yolige dan Wikotim.”
                   Dito pun menerima uluran tangan Martinus. Mereka saling berjabat tangan. Seingat
               Dito, rumah kosong di samping rumahnya memang baru terisi beberapa hari ini. Bocah-
               bocah yang kini muncul di hadapannya pastilah anak-anak dari rumah kosong itu. Dito
               tampak sebaya dengan Martinus.
                   “Oh, boleh. Saya Dito. Ini Bayu dan Damar.”
                   Sambil melanjutkan permainan yang makin lama  semakin seru,  Dito bertanya
               tentang asal-asul ketiga anak itu. Rupanya mereka berasal dari Papua. Mereka pindah
               kemari bersama bapaknya, seorang pegawai perusahaan tambang. Mereka semua
               hobi berolahraga. Sama halnya dengan Dito. Dito sangat senang dengan kehadiran
               Martinus dan adik-adiknya. Permainan petak umpet menjadi lebih semarak. Apalagi
               Martinus dan adik-adiknya punya kemampuan berlari yang sangat cepat.
                   “ Dito!” suara ibu terdengar dari ruang tamu.
                   “Iya, Bu.” sahut Dito.
                   “Oh, ada tamu?”
                   “Kenalkan Tante, saya Martinus. Dan ini adik-adik saya.”
                   “Oh, salam kenal, Martinus. Dito, Ibu mau ke pasar sebentar. Kamu jangan kemana-
               mana, ya,” pesan ibu.
                   Dito malah senang ketika ibu akan keluar. Itu artinya ia tidak perlu terburu-buru
               mandi sore. Permainan petak umpet dan perang-perangan  besama teman baru
               sungguh sayang untuk disudahi. Lelah bermain, mereka duduk-duduk di hamparan
               rumput jepang di halaman rumah Dito. Angin sore begitu wangi, meniupkan aroma
               melati, anggrek bulan, dan bunga lili yang ditanam ibu sepanjang pekarangan.
                   “Kamu mau sekolah di mana?”
                   “SD Harapan Jaya.”
                   “Oya? Saya juga di situ. Kita bisa berangkat bersama besok. Pagi-pagi sekali wali
               kelas akan memilih ketua kelas.”
                   “Bagus. Saya ingin jadi ketua kelas.”
                   Dito yang mendengar rencana Martinus merasa terganggu. Martinus pasti akan
               sekelas  dengannya.  Mereka  sama-sama  duduk  di  kelas  empat. Dito  menjadi  tidak



                                                           5
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20