Page 115 - E MODUL LEMBAGA KEUNGAN SYARIAH - NADYA MEYLANI HOTMAIDA SIBARANI - 1834021315
P. 115
mengelolanya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan yang pasti. Setelah
masyarakat Islam dapat merasakan banyak manfaatnya lembaga wakaf, maka
mulailah timbul keinginan untuk pelaksanaan pengaturan perwakafan dengan baik
dan kemudian akan mulai dibentuk lembaga yang mengatur wakaf untuk
mengelola, memelihara dan menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti
masjid atau secara individu atau keluarga.
Dalam pengembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah ada hakim Mesir
yang bernama Taubah bin Ghar al-Hadhramiy yang ada pada masa khalifah Hisyam
bin Abd. Malik. Beliau begitu perhatian dan telah tertarik dengan pengembangan
wakaf sehingga terbentuk lembaga wakaf tersendiri sebagaimana lembaga
lainnya di bawah pengawasan hakim. Di Mesir inilah lembaga wakaf terjadi
pertama kali untuk pelaksanaan dalam administrasi bahkan ini terjadi di seluruh
negara Islam. Dan saat itu juga Hakim Taubah mendirikan lembaga wakaf di
Basrah. Sejak itulah pengelolaan lembaga wakaf di bawah Departemen
Kehakiman yang dikelola dengan baik dan hasilnya disalurkan kepada yang
berhak dan yang membutuhkan.
Lembaga wakaf Shadr al-Wuquuf” yang ada pada masa dinasti Abbasiyah
yang akan mengatur dan mengelola administrasi dan memilih staf pengelola
lembaga wakaf. Beitu juga dalam perkembangan wakaf pada masa dinasti
Umayyah dan Abbasiyah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat,
sehingga lembaga wakaf berkembang searah dengan pengaturan administrasinya.
Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan wakaf cukup
menggembirakan, di mana hampir semua tanah-tanah pertanian menjadi harta
wakaf dan semuanya dikelola oleh negara dan menjadi milik negara (baitul mal).
Saat dalam pemerintahan Mesir Shalahuddin Al-Ayyuby, ia bertujuan untuk
mewakafkan tanah-tanah milik negara yang akan diserahkannya kepada yayasan
keagamaan dan yayasan sosial yang dimana telah dilakukan oleh dinasti
Fathimiyyah sebelumnya, meskipun secara hukum fiqih mewakafkan harta
baitulmal ada perbedaan pendapat para ulama. Untuk mewakafkan tanah milik
negara (baitul mal) orang harus mewakafkanya terlebih dahulu kepada yayasan
keagamaan dan sosial adalah Raja Nuruddin Asy-Syahid dengan ketegasan fatwa
yang dikeluarkan oleh seorang ulama pada masa itu ialah Ibnu „Ishrun dan didukung
oleh para ulama lainnya bahwa mewakafkan harta milik negara hukumnya boleh
(jawaz), dengan argumentasi (dalil) memelihara dan menjaga kekayaan negara.