Page 21 - E MODUL LEMBAGA KEUNGAN SYARIAH - NADYA MEYLANI HOTMAIDA SIBARANI - 1834021315
P. 21
Pengertian senada disampaikan oleh jumhur ulama‟ sepanjang sejarah Islam dari
berbagai madzahib fiqhiyyah, diantaranya sebagai berikut :
a. Badr Ad-Din Al-Ayni pengarang Umdatul Qari‟ syarah Shahih Al-Bhukhari.
Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syari‟ah riba berarti
penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis rill.[5]
b. Imam zarkasi dari madzab Hanafi
Riba adalah tambahan yang disaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh
(atau padanan yang dibenarkan syari‟ah atas penambahan tersebut.
c. Raghib Al-Asfahani
Riba adalah penambahan atas harta pokok.
d. Imam An-Nawawi dari Madzab Syafi‟i[6].
Berdasarkan penjelasan Imam Nawawi diatas, dapat dipahami bahwa salah satu
bentuk riba yang dilarang oleh Al-Qur‟an dan As-Sunnah adalah penambahan
atas harta pokok karena unsur waktu. Dalam dunia perbankan, hal tersebut
dikenal dengan bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman.
e. Qatadah
Riba Jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga
waktu tertentu. Apabila telah datang saat membayar dan si pembeli tidak mampu
membayar, maka ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan.
f. Zaid Bin Aslam
Yang dimaksud dengan riba jahiliyah yang beramplikasi pelipatgandaan sejalan
dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat
jatuh tempo ia berkata “bayar sekarang atau tambah”.
g. Mujahid
Mereka menjual daganganya dengan tempo. Apabila telah jatuh tempo dan (tidak
mampu membayar) si pembeli memberikan “tambahan” atas tambahan waktu.
h. Ja‟far As-Shodiq dari kalangan Madzab Syi‟ah
Ja‟far As-Shodiq berkata ketika ditanya mengapa Allah SWT mengharamkan riba
supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan karena ketika diperkenankan untuk
mengambil bunga atas pinjaman maka seseorang tadi tidak berbuat ma‟ruf lagi
atas transaksi pinjam meminjam dan seterusnya. Padahal Qord bertujuan untuk
menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antar manusia.