Page 6 - Materi E book Kisah Tentara Pelajar_Story of Student Warriors_Neat
P. 6
Bangsa Indonesia, maka pada awalnya tentara Jepang di terima dengan baik oleh rakyat
Indonesia. “Hidup Jepang, Hidup Kaisar, Hidup Indonesia!” pekik Eyang Yusuf menirukan
rakyat yang gegap gempita menerima Tentara Nippon yang katanya saudara tua. Tentara
Nippon gagah-gagah, seragam militer lengkap dengan senjata bedil yang dipasang belati atau
disebut bayonet diujungnya, mereka sangat disiplin dan patuh pada perintah komandannya
danTuan Kaisar yang sering disebut dengan Tenno heika” jelas Eyang Yusuf.
“Namun setelah Jepang berkuasa di negeri ini, apa yang terjadi? Mereka menindas
bangsa Indonesia dengan kejam, lebih kejam dari penjajahan Belanda. Semua laki-laki
dewasa di wajibkan ikut Romusha, yaitu bekerja dengan Jepang tanpa dibayar bahkan mereka
tidak diberi makan, akhirnya banyak rakyat yang mati kelaparan, semua beras di ambil
tentara Jepang dengan alasan untuk membiayai Perang melawan sekutu sehingga rakyat tidak
bisa menikmati hasil sawah ladang mereka, untuk makan sehari-hari rakyat miskin banyak
yang mengkonsumsi ares atau bonggol pisang sedangkan pakaian juga sulit dicari hingga
banyak yang terpaksa memakai celana yang terbuat dari karung dan anak-anak sekolah pun
jarang di beri pelajaran.Anak-anak setiap pagi disuruh hormat pada Tenno heika dengan
berbaris menghadap ke Timur, kemudian Taiso atau senam seperti militer dan
menyanyikanlagu kebangsaan Jepang Kimigayo” segera Eyang berdiri, tangan dikepal dan
bernyanyi dengan suara lantang, “kimigayo wa chiyo ni yachiyo ni Sazare-ishi no iwao to
narite koke no musu made, he..he.. ya begitulah sekolah zaman Jepang sangat disiplin dan
harus patuh, kemudian setelah taiso anak-anak biasanya diajak guru mereka atau disebut
Sensei ke kebun jarak atau kebun kapas yang merupakan tanaman wajib bagi rakyat di sini
atas perintah tentara Nippon untuk memenuhi kebutuhan minyak dan pakaian tentara Jepang.
Anak-anak sekolah disuruh metani atau memunguti ulat dan menyiangi rumput di kebun
jarak dan kapas.
“Hidup pada masa itu sangat susah apalagi bagi rakyat miskin, penyakit kudis, borok
dan penyakit lain merajalela hingga banyak yang mati tanpa ada bantuan kesehatan. Karena
waktu itu tidak ada puskemas, adanya rumah sakit militer milik penjajah Jepang. Namun
kami tetap bersemangat untuk belajar, dan bekerja walaupun kami tidak punya buku, seragam
yang bagus, sekolah yang megah. Dulu kami belajar hanya dengan alat tulis sabak dengan
batu untuk menulis, kami belajar membaca, menulis, menghapal dan tidak lupa bermain
dengan semangat dan gembira. Kami juga seperti anak-anak pada umumnya, bermain petak
umpet, gobag sodor, jamuran dengan ceria.”
CREATED BY WIDODO, S.PD 6