Page 84 - EBOOK_UMKM dan Globalisasi Ekonomi
P. 84
84
UMKM dan Globalisasi Ekonomi
“wahai bapak tani, siapa pemilik sawah ini “tanya Soekarno,
“sawah ini walaupun kecil adalah milik saya dan keluarga”, jawab petani.
Lalu Soekarno bertanya lagi, “siapa pemilik sapi-sapi ini”
“Sapi ini juga milik saya sendiri”, jawab petani.
“siapa pemilik bajak itu”, dijawab petani, “itu milik saya sendiri”, “juga
gubuk yang kecil itu dan juga cangkul dan alat-alat bertani ini, semuanya
adalah milik saya dan keluarga, hasil dari sawah ini pun saya gunakan untuk
menghidupi keluarga saya.
Lalu Soekarno mengakhiri percakapan ini dengan bertanya,”siapa
namamu?. Dijawablah oleh petani tadi, “nama saya Marhein” 1
Dari kejadian sore itu Soekarno merenung. Dalam pikirannya ia
mengatakan:
“Banyak sekali rakyat Indonesia yang hidupnya seperti si Marhein. Mereka tidak
mengabdi pada majikan, mereka memiliki modal sendiri walaupun serba kecil
dan terbatas. Marhein tidak sama dengan kaum Proletar yang mengabdi pada
kaum Borjuois seperti konsep sosialisme komunis dari ajaran Karl Marx di Eropa.
Inilah ciri dari ekonomi bangsa Indonesia. 2
Lalu Soekarno menamakan konsep ekonomi ini dengan “Marheinisme”.
Seorang marhein adalah orang yang mempunyai alat-alat sedikit orang kecil
dengan milik kecil, dengan alat-alat kecil, sekedar cukup untuk dirinya sendiri.
Bangsa kita yang puluhan juta, yang sudah dimelaratkan, bekerja bukan untuk
orang lain dan tidak ada orang bekerja untuk dia. Tidak ada penghisapan
telaga seseorang oleh orang lain. 3
Marhein terdiri dari petani buruk, pegawai, nelayan, tukang gerobak,
pegawai kecil-kecil dan pokoknya masyarakat yang miskin namun tidak
mengabdikan dirinya pada rang lain.
Marhein bukan buruh yang menjual tenaganya pada suatu perusahaan
tetapi tidak ikut memiliki pabriknya, tidak ikut memiliki mesin, tidak ikut
memiliki martil-martil dan gergaji-gergaji dalam perusahaan itu. Mereka
hanya menjual tenaga yang cocok. Begitu pula dengan insinyur yang pergi
dengan mobil yang mengkilap atau dokter yang memiliki rumah mewah
atau ahli kimia yang kaya raya tetapi mereka itu tidak ikut memiliki alat
produksi dimana mereka bekerja mereka disebut dengan intelectueel proletar.