Page 317 - Toponim sulawesi.indd
P. 317

Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi  303

                 dan  Bolango) yang diprakarsai  oleh  kerajaan Gorontalo  dan  Limboto

                 diketahui telah bekerjasama dengan Belanda dengan bukti adanya kontrak
                 (perjanjian) sejak 9 Januari 1928 dimasa Raja Iskandar Pui Monoarfa (15

                 pasal), dilanjutkan dan diperbaharui kontraknya pada masa pemerintahan
                 Raja Lihawa Monoarfa 16 Januari 1831 dengan ketambahan 6 pasal yang
                 memuat tetang penyerahan produksi tambang emas yang tidak dibatasi

                 hanya  pada  kerajaan Gorontalo  tetapi  seluruh  kerajaan yang tergabung
                 didalamnya tidak terkecuali (Kartodirdjo, 1973: 379-390).

                       Produk perjanjian inilah yang tidak disetujui oleh kerajaan Bolango

                 terutama pada pasal-pasal peguasaan ekonomi kerajaan yang menyebabkan
                 mereka  harus keluar  dari ikatan “limo  lo  pohalaa”. Mereka  (Bolango)

                 kemudian dihapuskan  dalam konfederasi “limo  lo  pohalaa”  sejak  tahun
                 1862, bahkan dua tahun sebelumnya, tahun 1860 nama Bolango sebagai
                 suatu kerajaan jarang lagi disebut-sebut dalam lintasan sejarah Gorontalo

                 (haga, 1831: 17). Agar supaya eksistensi “limo lo pohalaa” tetap terjaga
                 maka kedudukan  kerajaan Bolango  digantikan  oleh  kerajaan Boalemo
                 (Tilamuta  termasuk di  dalamnya).  Raja dan  rakyat  Bolango  kemudian

                 menyingkir menelusuri hutan untuk menghindari serangan tentara Belanda
                 sampai akhirnya rombongan Bolango ini tiba, dan kemudian menetap di
                 daerah Belang-Minahasa. (Hassanudian & Amin, 2013: 74).


                       Dipastikan  bahwa  awalnya lokasi  yang kemudian  hari disebut
                 kecamatan Tilamuta adalah suatu kawasan yang tidak berpenghuni tetap.

                 Migrasi  manusia  di  teluk Tomini  dan  sekitarnya,  terutama jalur  nelayan
                 dari suku Bajo, Mandar, Bugis-Makassar, dan Ternate mewarnai kegiatan
                 pelayaran dan perdagangan tradisional di sepanjang pesisir Utara Gorontalo.


                        Perkembangan kemudian, sejalan  dengan eksistensi adanya
                 pelabuhan-pelabuhan tradisional, pelabuhan-pelabuhan pesisir, pelabuhan
                 yang terbentuk secara alamiah; rumah-rumahan tempat tinggal sementara

                 waktu, berlanjut  eksistensi  pelabuhan  pesisir  yang makin  ramai, dan
   312   313   314   315   316   317   318   319   320   321   322