Page 46 - Sejarah Tamadun Islam 2
P. 46

32
sejarah tamadun islam 2
singkapan yang tidak tersisa baginya sebarang keraguan, dan tidak terlahir darinya kemungkinan keliru dan prasangka, dan tidak mampu bagi hati untuk mengkadarkannya. Bahkan, selamat dari kesalahan adalah perkara yang harus diikutkan kepada keyakinan yaitu suatu keadaan jika terdapat usaha yang menentangnya dengan memperlihatkan kebatilannya – sebagai contoh – orang yang merubah batu menjadi emas dan tongkat menjadi ular, perkara itu tidak melahirkan sebarang keraguan dan perbuatan mengingkari dari dirinya.”
Ilmu dengan keyakinan dalam pandangan Imam al-Ghazālī raḥimahullāh harus memberikan rasa aman kepada pemiliknya. Sehingga apa saja bentuk ilmu yang tidak mendatangkan rasa aman kepada jiwa manusia tidak dianggap sebagai ilmu. Jika dilihat dari uraian tentang ilmu di atas, maka ilmu bagi beliau adalah hasil usaha untuk mencari kebenaran tentang sesuatu yang penting, sehingga tiada lagi keraguan di dalam hati mengenai perkara tersebut. Kesimpulan mengenai ilmu tersebut digambarkan Imam al-Ghazālī raḥimahullāh pada saat memperkenalkan bukunya al-Munqidz bahwa ia adalah hasil dari pergelutan intelektual beliau terhadap para mutakallimūn, bāthiniyyūn, para filsuf dan sufi.19
3. Ibn Taimiyyah raḥimahullāh dalam Majmū‘ Fatāwā mendefinisikan ilmu secara istilah berarti pengetahuan yang berdasar pada bukti (dalīl). Bukti yang dimaksud bisa berupa penukilan wahyu dengan metode yang benar (al-naql al-mushaddaq), bisa juga berupa penelitian ilmiah (al-baḥth al-muḥaqqaq). Beliau berkata:
ِِِِِِْ َََِّْْ ُ ِ ََُُْ إنالعلمماقام َعليهالَّدليلوالَّنافعمْنُهماجاءبهالرسولفالشأن
ََََََََُُّْْْ
ًََُِْ ُْ ْ ْ
ِف َأ ْن نقول علم و ُهو ال َّن ْقل المص َّدق والبح ُث المح َّقق.
19 Ibid, hlm. 29 – 32.
ََََََُُْْ





























































































   44   45   46   47   48