Page 75 - Sejarah Tamadun Islam 2
P. 75
E. Sains dalam Islam
Alparslan Acikgenc59 mengemukakan bahwa universalitas sains bukan universalitas dalam pengertian yang absolut. Universal di sini harus dipahami secara konvensional yang mungkin berbeda antara satu saintis dengan saintis lainnya atau satu filsuf dengan filsuf lainnya.60
Oleh karena itu, diperlukan upaya Islamisasi terhadap sains. Islamisasi sains dapat pula meniru langkah Islamisasi ilmu yang diungkap Al-Attas dalam Islam and Secularism. Menurut Al-Attas, Islamisasi ilmu adalah pembebasan manusia yang diawali dengan pembebasan dari tradisi-tradisi yang berunsur magis, mitologis, animistis, tradisi kultur- nasional yang bertentangan dengan Islam dan juga pembebasan dari kontrol sekuler atas pikiran dan bahasanya.61
Sains Islam sendiri menurut Al-Attas, sebagaimana dikutip Alparslan, adalah kegiatan sains yang kerangka utamanya berada dalam cara pandang alam Islam sebagai perpanjangan darinya secara langsung dari skema konseptual sains Islam.62
Ilmu dalam Islam tidak terbatas kepada fiqh, tafsir, hadis dan ilmu- ilmu yang bersandar kepada istilah-istilah syariah semata-mata. Namun
59 Alparslan Acikgenc, lahir di Senkaya, Erzurum, Turki pada 24 November 1952. Alparslan pernah mengajar di Middle East Technical University di Department of Philosophy dan International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), Kuala Lumpur, Malaysia sebagai profesor filsafat. Terakhir menjadi dekan di Fakultas Seni dan Sains, The University of Jordan, Amman.
60 Alparslan Acikgenc, Islamic Science: Toward A Definition, hlm. 38.
61 Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam and Secularism, Kuala Lumpur: ISTAC,
1995, hlm. 44.
62 Alparslan Acikgenc, Islamic Scientific Tradition in Islam, hlm. 38.
sejarah tamadun islam 2
61