Page 180 - Ebook_Toponim Jogja-
P. 180

162         Toponim Kota Yogyakarta












                             Kelurahan Gowongan:  Kampung  Gowongan, Penumping,
                             dan Jogoyudan


                             1. Kampung Gowongan


                             Sebagai kelurahan maupun kampung, kawasan Gowongan secara administratif tersurat
                             dalam area Kecamatan Jetis. Ditelisik dari sumber tertulis, riwayat nama Kampung
                             Gowongan berjejalin dengan jenis abdi dalem kerajaan. Akar katanya adalah gowong,
                             yang menurut Poerwadarminta dalam  Bausastra Jawa  (1939), berarti abdi dalêm
                             tukang kayu. Abdi dalem gowong ini diberi nama depan Handa. Karena kesetiaannya
                             mengabdi pada raja dan punya peran penting bagi lingkungan keraton, maka gowong
                             disediakan ruang khusus untuk ditinggali secara berkelompok. Masyarakat setempat
                             lalu menyebut ruang hunian ini dengan nama Gowongan.

                             Bersama undagi, blandong, dan mergangsa, profesi gowong sangat dibutukan oleh pembesar
                             kerajaan. Prajaduta (1939) menyurat: Tanah ing Pagêlèn kabagi: ingkang wetan siti sèwu,
                             kilèn siti numbakanyar, sami kawajiban nyanggi bahu suku, mawi kasampiran abdi dalêm gowong.
                             Terdapat cerita ketika Hamengkubuwana I bersama seluruh keluarga dan pengikutnya
                             pergi ke barat selepas Palihan Nagari 1755. Di dekat gunung Gamping, beliau melihat
                             tempat yang rindang dan  nyaman, lantas  berhentilah di situ. Raja  memerintahkan
                             pengiringnya agar membangun pesanggarahan yang terletak di sisi barat gunung kecil.
                             Para tukang kayu dikumpulkan dan dimulailah pembangunan pesanggrahan.


                             Dalam setiap pengerjaan proyek, raja acap mengawasi para pekerja agar lekas selesai.
                             Antara lain,  blandhong, mergangsa,  gowong, dan  undhagi. Sultan  menitahkan  undhagi
                             mengukir balok penghubung tiang dan tempat tidur. Sedangkan  gowong memasah
                             (mengetam) kayu yang  besar. Mergangsa  ditugasi  bikin gawang-gawang  dan  pintu.
                             Berikutnya, blandhong mayoritas dari Gunung Kidul yang kaya pepohonan jati diminta
                             menebang dan menggergajinya. Setelah rampung, potongan kayu jati diusung ke kota
                             untuk digarap gowong, mergangsa dan undhagi. Begitulah setiap hari Sultan senantiasa
                             membuat ukiran untuk hiasan di dalam rumah.

                             Tahun 1938 bulan Maret dalam majalah Kajawèn masih terdengar proyek sosial Keraton
                             Kasultanan di Kampung Gowongan: Awit saking kaparêngipun parentah Kasultanan ing
                             Ngayogyakarta, badhe ngêdêgakên griya kangge pangupakaran lare-lare ingkang kapiran.
                             Caraning tumindak ing damêl miturut kados tatananipun Pa. v.d. Steur ing Magêlang. Miturut
   175   176   177   178   179   180   181   182   183   184   185